Negara memang telah menyediakan beasiswa seperti KIP Kuliah dan bantuan UKT, namun sosialisasi yang minim dan birokrasi yang rumit membuat banyak calon mahasiswa tidak mendapatkannya. Selain itu, kualitas sekolah menengah di daerah miskin juga tidak merata, membuat siswa kurang siap bersaing masuk perguruan tinggi favorit. Akibatnya, ketimpangan ini terus mewariskan kemiskinan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sudah saatnya keadilan akses pendidikan tinggi dihadirkan di bumi Gamrange tidak hanya jadi jargon, tapi diwujudkan dalam kebijakan nyata yang adil, peningkatan mutu SMA/SMK di daerah, hingga dukungan biaya hidup yang layak bagi mahasiswa miskin.
Hadirnya Pendidikan tinggi di negeri Gamrange menjadi harapan, bukan kemewahan. Karena anak bangsa, siapa pun dia, berhak punya masa depan. Pendidikan seharusnya menjadi alat pengangkat derajat, bukan justru memperlebar jurang sosial. Maka, negara dan pemerintah daerah wajib hadir secara adil: bukan hanya membangun sekolah, tetapi juga memastikan semua anak dari Papua hingga Aceh mendapat hak yang sama untuk belajar, tumbuh, dan bermimpi.
Keadilan Pendidikan di Bumi Gamrange
Pendidikan adalah hak dasar setiap manusia, bukan hadiah yang hanya layak diterima oleh mereka yang mampu. Dalam konteks keadilan sosial dan kemanusiaan di bumi Gamrange, pendidikan semestinya menjadi alat pembebas, bukan alat pembeda. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa akses terhadap pendidikan yang berkualitas masih sangat timpang dijenjang pendidikan tinggi terutama antara yang kaya dan miskin, antara kota dan desa, antara daratan dan wilayah Maluku utara.
Keadilan pendidikan berarti semua generasi, tanpa memandang latar belakang ekonomi, sosial, atau geografis, memiliki kesempatan yang setara untuk belajar, berkembang, dan mencapai cita-cita. Namun hari ini, kita masih menyaksikan anak-anak yang harus menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk sampai ke sekolah, atau terpaksa putus sekolah karena tidak mampu membeli seragam dan buku dan bahkan tidak bisa melanjutkan ke jejang pendidikn tinggi karena tak punya biaya.
Masalah ini bukan hanya soal kebijakan pendidikan, tetapi juga soal nilai kemanusiaan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Ketika satu anak gagal mendapatkan pendidikan karena kemiskinan, maka itu bukan hanya kegagalan sistem, tetapi juga kegagalan nurani kolektif pempimpan sebagai pengabil kebijakan sebagai bangsa. Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, tetapi juga cerminan dari bagaimana kita memperlakukan sesama manusia dengan adil dan bermartabat.
Solusi ke depan bukan hanya memperbanyak sekolah, tetapi memastikan lulusan sekolah yang ada dapat menjangkau dan melayani semua kalangan dengan baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pendirian perguruan tinggi harus disegerahkan. Generasi harus didorong untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga tersedianya SDM yang handal dan siap digunakan di negeri sendiri.
Keadilan pendidikan dan kemanusiaan tidak dapat dipisahkan. Tanpa keadilan, pendidikan kehilangan jiwanya. Tanpa pendidikan, kemanusiaan kehilangan masa depannya. Maka sudah waktunya kita tidak hanya membangun sekolah, tetapi juga membangun perguruan tinggi keadilan dan kemanusiaan dalam setiap ruang belajar di negeri ini.***