Mr. Ucen, Pelopor Kursus Bahasa Asing di Tidore

Tidore,- Kedatangan saya pagi itu disambut senyuman khasnya. Janji temu yang sempat tertunda akhirnya terlaksana. Di sebuah gedung sederhana di samping rumahnya di Kelurahan Goto, Tidore. Senin 28 Maret 2022.

Husen Ismail. Kami memanggilnya Mr. Ucen. Pria 55 tahun yang merupakan seorang guru bahasa. Sudah sekian lama pria asal Kalaodi tersebut membina anak-anak Tidore agar pandai berbahasa asing. Mungkin sudah ribuan murid yang ia bina di lembaga kursus miliknya.

Ia memulai karir sebagai seorang guru tahun 1994 di pulau Seram, Maluku Tengah, sebelum akhirnya kembali ke Tidore.

“Saya mulai mengajar tahun 1994, tugas pertama di Seram, Maluku Tengah. Disana 4 tahun dari 1994-1999, kerusuhan baru saya bisa balik kesini,” ujarnya.

Sepulangnya, Mr. Ucen kemudian dipanggil mengisi pelajaran Bahasa Inggris dan Bahasa Jerman di SMAN 1 Tidore, lalu akhirnya mengabdi di SMPN 1 Tidore, hingga kini.

Mr. Ucen saat di ruang kelas

Ia juga membuka kelas kursus di rumahnya. Selain di rumah, ia pun membina kursus serupa untuk anak-anak di Kelurahan Rum dan Pulau Maitara dengan meminjam gedung sekolah setempat.

Language Creative English Courses (LCEC) adalah nama yang dipilih untuk lembaga kursus bahasa Inggris yang Mr. Ucen bangun. Terdapat 4 kelas yang dibuka di LCEC, yakni kelas SD, SMP, SMA dan Umum.

Untuk mengetahui kemampuan anak didiknya, Mr. Ucen biasanya melakukan klasifikasi peserta didik berdasarkan usia selama satu tahun. Setelah melihat perkembangan, baru peserta didik dibagi menurut kemampuan dan keterampilan.

“Sistemnya berdasarkan usia dulu sampe 1 tahun dan kalau so bisa walaupun mereka masih SD, kalau kemampuan bahasanya bisa di kelas SMP maka digabungkan,” tuturnya.

Tarif kursus yang dikenakan pun  bervariasi. Untuk kelas SD dan SMP, dikenakan biaya sebesar Rp. 25.000 per siswa per bulan. Untuk kelas SMA dikenakan biaya Rp. 50.000 per siswa, sedangkan kelas umum dikenakan biaya Rp. 100.000 per siswa per bulan.

BACA JUGA   Kiat Sukses Ko Adi, Berhenti dari ASN Karena Rasional
Mr. Ucen dan beberapa peserta didiknya

“Karna untuk torang pe daerah, anggap saja saya mengabdi, jadi perbulan Rp. 25.000, untuk umum itu Rp.100.000 dan untuk SMA Rp. 50.000 per orang,” ungkapnya.

Untuk waktu belajar, ia menjelaskan bahwa bagi peserta didik kelas SD dan SMP, jadwal yang ditetapkan adalah setiap hari senin dan rabu.  Sedangkan untuk  umum, biasanya dibuka kelas malam hari, tergantung kesepakatan mereka. Sementara untuk peserta kursus yang di kelurahan Rum dan Pulau Maitara, biasanya langsung didatangi oleh Mr. Ucen setiap hari sabtu dan minggu.

Mr. Ucen bercerita rata-rata siswa yang pernah belajar bersamanya saat ini  telah berkarir di bidangnya masing-masing. Sebagian besar di antaranya, selain bekerja di bidangnya juga ikut menjadi tenaga pengajar di LCEC.
Hingga saat ini, Mr. Ucen dibantu oleh 9 tenaga pengajar, 7 orang di kelas LCEC Goto, sementara 2 orang lainnya di Maitara.

Saat ini, peserta kursus yang hadir tidak seramai waktu  sebelum pandemi. Meskipun begitu, Mr. Ucen tetap mengajar dibantu oleh pengajar lain. Kini, Mr. Ucen melakukan pembatasan mengikuti protokol Covid-19.

“Pengajar kami sebenarnya ada banya. Itu di Struktur tutornya ada 7 orang, tambah di bawah (Rum & Maitara) 2 orang,” ujarnya.

Ruang kelas Lembaga Kursus LCEC

“Disini, sebelum covid, siswanya banyak jadi saya tidak bisa sendiri, waktu mengajarnya sama, tapi tidak gabung kayak gini, SD hari lain, SMP hari lain, karena banyak orang. Kalau tiap kelas 25 orang, maka 1 hari itu sampai 100 orang, makanya saya pasang (jadwal) sampai hari jum’at, untuk sabtu dan minggu saya ke bawah (Rum-Maitara),” terangnya.

Tak hanya kursus, Mr. Ucen juga membuka kelas bimbingan untuk olimpiade bahasa Inggris dengan mengembangkan kemampuan pidato bahasa Inggris dan story telling. Setiap tahun, anak didiknya selalu mewakili sekolah mengikuti olimpiade.

BACA JUGA   Mengungkap Fakta D'facto, Sang Rapper Tidore

“Anak-anak disini selain belajar, saya juga bimbing mereka untuk ikut lomba-lomba olimpiade bahasa Inggris. Tapi saya bimbing mereka dalam keterampilan berbahasa seperti pidato dan story telling. Jadi setiap tahun yang mewakili sekolah itu biasanya saya pe anak-anak disini,” ungkapnya.

Dahulu, sewaktu memulai kelas kursus, Mr. Ucen menggunakan rumah kediaman adiknya dan menggunakan perlengkapan mengajar seadanya.
Selama menjalankan lembaga kursusnya, ia mengaku pernah mendapat bantuan dari Walikota Ahmad Mahifa.

Kelak jika ada bantuan lagi dari pemerintah, Mr. Ucen berencana membuka bimbingan tes toefl untuk anak-anak Tidore yang hendak mendaftar di sekolah-sekolah kedinasan.

“Saya rencana kalau ada bantuan itu mau buat bimbel, kaya di tes-tes polisi, tes perawat dll, khusus bahasa inggris. Baru di dalamnya ada fasilitas penunjang toefl seperti laptop dan driver penunjang toefl. Saya inginnya begitu karna di Tidore belum ada seperti itu,” jelasnya.

Meskipun selama mengajar seringkali mengalami pasang-surut, Mr. Ucen mengaku senang, karena anak-anak didiknya bisa memahami dan menerima metode pengajarannya dengan baik.

“Senangnya kalau anak-anak respon kita punya metode mangajar. Dukanya paling kalau anak-anak kurang perhatian dan lain-lain. Tapi bagi saya belajar bahasa Inggris ini suka lebih banyak dari pada dukanya. Karena metode belajar saya berbeda, saya belajar sambil bermain, bermain menggunakan bahasa Inggris sesuai tingkatan usia masing-masing,” tuturnya.

Dari segi teknik pengajaran, Mr. Ucen biasanya menekankan pentingnya perbendaharaan kosakata. Setiap siswa diwajibkan menghafal kosakata berdasarkan kelas yang telah dibagi. Untuk siswa SD kelas 1, diwajibkan menghafal 5 kata, kelas 2 menghafal 7 kata dan seterusnya. Kalau untuk kelas umum, rata-rata menghafal minimal 10 kosakata.

Jika peserta didik kelas SD-SMP hanya diwajibkan menyetor hafalan. Maka peserta kelas umum, tidak hanya setor hafalan, melainkan mampu merangkai kalimat dan berbincang langsung dengan para tutor.

BACA JUGA   Perpustakaan NBCL dan Kehidupan Literasi Mashur Tomagola

Terdapat beberapa metode yang digunakan oleh Mr. Ucen selama membina anak-anak didiknya. Diantaranya adalah metode EGRA (Exposure, Generalization, Reinforcement, and Application) dan metode TPR (Total Physical Response).

“Ada banyak metode tapi saya pakai EGRA, yaitu seberapa banyak pengalaman dan kosakatanya ada berapa, jika dia punya banyak kosakata berarti bisa,” terang Mr. Ucen.

“Kalau anak yang belum belajar bahasa Inggris dan nsudah itu beda. Kalau yang belum saya pake TPR, intinya pengenalan langsung pada benda-benda sekitarnya,” pungkasnya.

Sejurus waktu kemudian, anak-anak didik Mr. Ucen mulai ramai berdatangan, kelas kursus tampaknya akan segera dimulai. Saya pun pamit. Semoga Mr. Ucen sehat selalu dan terus mencerahkan generasi muda Tidore.

Reporter : Aalbanjar

Editor : Redaksi