Jakarta – Dosen dan Pengamat Politik Lingkungan Universitas Nasional (UNAS), Mochdar Soleman, S.IP., M.Si., mendesak negara untuk segera mencabut izin tambang PT GAG Nickel di Raja Ampat.
Melalui siaran pers, Mochdar mengatakan, negara melalui Kementerian Investasi, adalah aktor utama yang mendorong eksploitasi di kawasan konservasi atas nama hilirisasi industri.
“Ketika dunia memuji Raja Ampat sebagai surga laut, negara justru membuka jalan tambang di jantung kawasan itu. Ini bukan kelalaian, tapi keputusan sadar yang membahayakan masa depan lingkungan,” ujarnya, Jumat (13/6).
Ia menyoroti sikap Menteri Investasi Bahlil Lahadalia yang membenarkan tambang atas dasar status PT GAG sebagai anak usaha BUMN. Menurutnya, hal ini menunjukkan wajah baru dari kolusi kekuasaan dan modal: negara tidak lagi netral, tapi menjadi pelindung korporasi.
“Empat perusahaan kecil dicabut izinnya, tapi PT GAG tetap dilindungi. Ini bukan pembangunan, ini kolonialisme gaya baru. Negara justru menindas rakyatnya sendiri demi kepentingan ekonomi elite,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa Pulau Gag berada dalam kawasan konservasi Geopark Nasional Raja Ampat dan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, yang melarang tambang di pulau kecil. Namun hukum kerap dilenturkan untuk kepentingan BUMN.
Mochdar juga meminta agar pemerintah segera melakukan langkah-langkah, antara lain;
- Mencabut izin PT GAG Nickel dan seluruh bentuk tambang di Raja Ampat.
- Keluarkan Raja Ampat dari peta industri ekstraktif nasional secara permanen.
- Mengaudit secara menyeluruh dan transparan terhadap proses perizinan tambang oleh negara.
- Hentikan praktik kooptasi terhadap komunitas adat. Libatkan mereka sebagai penentu, bukan pelengkap.
“Presiden Prabowo dan jajarannya harus menjawab satu pertanyaan; mereka melindungi rakyat atau korporasi negara? Jika berpihak pada rakyat, hentikan tambang di Raja Ampat sekarang juga,” kata Mochdar.
Sebagai penutup, ia mengajak para akademisi dan masyarakat sipil untuk bersatu melawan penghancuran lingkungan oleh persekutuan kekuasaan dan modal.
“Raja Ampat bukan warisan investasi, tapi warisan hidup. Dan warisan itu sedang terancam,” pungkasnya.
Reporter: Tim Sentra
Redaktur: M. Rahmat Syafruddin