DOB Makayoa Kepulauan; Menagih Keadilan Bernegara

Sedikit berbeda dari DOB Pada umumnya, DOB Makayoa Kepulauan mestinya tidak hanya diukur dari indikator administarasi seperti jumlah penduduk, jumlah kecamatan, ketersediaan infrastruktur atau adminstratif lainnya. Kriteria berupa kerentanan secara geografis dan aksesibiltas mesti menjadi prioritas. Sebagaimana keinginan untuk membangun dari pinggiran, maka ukuran pinggiran bukanlah garis lurus dalam peta, akan tetapi mesti ditakar oleh besarnya hambatan struktural yang dihadapi masyarakat kepulauan untuk mendapatkan haknya sebagai warga negara.

Dengan diimplementasikan format asimetris, DOB Makayoa Kepulauan dapat diberikan kewenangan secara khusus dalam tata kelola sumberdaya pesisir, manajemen konektifitas antarpulau, demikian pula dengan proporsionalitas dalam alokasi transfer daerah. Hal ini setidaknya berkaitan dengan prinsip keadilan distributif yang berorientasi pada kesetaraan hasil. Sebagaimana oleh (Krishnamohan, 2015), menyatakan bahwa desentralisasi harus responsif dalam mengakomodasi keragaman model pemerintahan untuk dapat menjawab kompleksitasnya kebutuhan warga negara.

Prospek Ekonomi

Selain aspek kelembagaan, DOB Makayoa Kepulauan selama ini memiliki potensi dan propek ekonomi yang belum berkembang oleh kebijakan pemerintahan yang kurang adaptif. Besarnya potensi ekonoi maritim, selama ini belum tergarap secara optimal. Potensi laut berupa ikan, Pariwisata bahari (pesona keindahan bawah laut dan kearifan masyarakat), dan juga komoditas maritim lainnya menjadi sumber utama mata pencarian masyarakat. Minimnya dukungan infrastruktur pendukung yang layak dan produk regulasi daerah yang tepat, berdampak pada makin sulitnya potensi ini dikembangkan sebagai kekuatan ekonomi yang signifikan. Absennya pemerintahan yang responsif dan dekat, berakibat pada pengembangan potensi ini akan sulit diwujudkan.

Dalam kerangka desentralisasi asimetris, pemekaran wilayah menciptakan ruang bagi inovasi kebijakan yang relevan dengan potensi dan tantagan lokal yang dihadapi. Ambil contoh, Makayoa kepulauan dapat mempostulasi skema fiskal yang basisnya adalah sumberdaya pesisir yang berefek langsung pada upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Prinsipnya pembentukan DOB Makayoa Kepulauan bakal menjadi katalis dalam optimalisasi sejumlah potensi yang tersembunyi tersebut. Dengan pemerintahan yang lebih responsif dan dekat, formulasi kebijakan pembangunan lebih adaptable dengan kebutuhan maupun karakteristik masyarakat kepulauan.

BACA JUGA   Perkembangan Fintech di Masa Pandemi

Keadilan bernegara

Pembentukan DOB Makayoa Kepulauan ini seyogianya tidak direspons dengan skeptisisme birokratis semata. Alasan moratorium pemekaran oleh pemerintah pusat mestinya tidak dijadikan dalih untuk menunda hak mendapatkan keadilan yang sama dan sudah lama tertahan. Pemerintah pusat mestinya merelaksasi kanal untuk melakukan evaluasi terbuka dan objektif bagi daerah kepulauan yang memang memiliki posisi dan justifikasi yang kuat untuk menjadi daerah otonom baru.

Saatnya negara ini membutuhkan kerangka kebijakan yang melegitimasi keanekaragaman kondisi lokal, dengan tidak menstandarkan semuanya dalam satu model otonomi. Desentralisasi asimetris adalah pilihan tepat tata kelola negara dalam menghormati keragaman geografis sekaligus menjawab tantangan utama dalam efektivitas tata kelola pemerintahan. Maka, kebijkan untuk memberi ruang pada wilayah seperti Makayoa merupakan salah satu langkah penting dalam penyempurnaan sistem desentralisasi nasional.

Just a moment...