Mencegah Bukan Memaklumi Tindakan Bullying Anak

Oleh :

Nabila Gibtia Adam (Alumni PG PAUD FKIP UNKHAIR)

Kasus bullying disekolah harus menjadi perhatian khusus buat pemerintah dan guru disekolah. Bullying ini memang merusak mental anak serta meninggalkan trauma yang mendalam dan ketakutan.

Baru-baru ini saya membaca sebuah berita di media online tentang dugaan perundungan oleh siswa SD di kota Ternate terhadap temannya yang meninggal dunia. Ini bukan pertama kali terjadi, sebelumnya juga ada beberapa kasus bullying yang sempat viral di kota Ternate.

Ada beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya bullying yaitu anak sering menyaksikan tindakan kekerasan, pola asuh orang tua, kurang mendapatkan perhatian dari orang terdekat atau sikap yang selalu ingin mendominasi karena terlalu dimanjakan orang tua. Bullying merupakan kasus yang sangat kompleks karena bukan hanya pelaku yang menjadi fokus kita, namun pihak-pihak pendukung disamping pelaku bullying.

Olweus, Profesor Psikologi di University of Bergen Norwegia membuat skema lingkaran perilaku bullying yang terdiri dari delapan pihak, yakni pelaku, follower (orang yang ikut merundung), active supporter atau orang yang mendukung bully, passive supporter (orang yang menyukai kejadian perundungan tapi tidak ikut-ikutan merundung), penonton (orang yang masa bodoh dengan kejadian perundungan), potential witness (orang yang menyaksikan perundungan tapi tidak bisa berbuat apa-apa), dan defender (orang yang melindungi dan membela korban).

Orang-orang disamping korban bullying (teman-teman) kadang menganggap itu candaan yang tidak semestinya dianggap serius. Padahal bagi korban ini adalah pengalaman pribadi yang menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan luka yang mendalam, ini juga bagian dari tindak pelecehan bagi mereka yang memiliki dampak psikologis dan emosional.

Rasa takut serta tidak nyaman disekolah membuat prestasi anak menurun, anak malas ke sekolah dan tidak ingin bersosialisasi, anak juga berpotensi menjadi pelaku bullying kedepannya. Sedangkan pelaku bullying merasa tidak ada resiko apapun bagi mereka ketika mereka melakukan tindakan kekerasan, agresi dan ancaman kepada anak yang lainnya, mereka akan belajar dengan tenang di sekolah.

BACA JUGA   Komitmen Zero Stunting, TPPS Kota Tidore Bakal Intens Lakukan Evaluasi Kinerja di Lapangan 

Faktor pendukung lainnya yaitu guru-guru yang tidak menindak tegas pelaku bullying dengan alasan mereka masih anak-anak. Sikap seperti ini juga memberi peluang untuk anak anak lainnya melakukan bullying disekolah. Saya juga pernah menyaksikan hal demikian Ketika sekolah, banyak tindakan-tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa tetapi tidak ditindak tegas oleh guru padahal untuk penerapan mekanisme pengaduan dan penanganan kasus bullying di sekolah juga ada. Jika sekolah tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut, bisa diteruskan ke pihak yang berwajib.

Selain itu jika ada tindakan tegas atau teguran pada siswa. Kadang orang tua sering melaporkan hal tersebut kepada pihak berwajib dengan alasan kekerasan, orang tua murid juga berlindung pada undang-undang perlindungan anak. Dalam hal ini guru harus lebih rasional dan profesional untuk mengambil tindakan. Guru bisa saja disalahkan atas tindakan tegasnya.