Tidore,- Aktivitas melaut sudah menjadi tradisi turun temurun dalam kehidupan sebagian masyarakat Tidore. Kehidupan yang berusaha dipotret oleh dua mahasiswi Universitas Nasional Jakarta (UNAS), dalam penelitian ilmiahnya.
Diva Delinda Cahyani (19) dan Shofia Dwi Nur Maulida (20) adalah mahasiswi jurusan Sosiologi UNAS Jakarta, yang memilih melakukan penelitian kehidupan nelayan di Kota Tidore Kepulauan. Dihubungi Sentranews.id, Diva menceritakan awal mula ia dan rekannya memilih Tidore sebagai lokasi riset serta menjelaskan apa saja yang berhasil mereka temukan sewaktu melakukan penelitian. Selasa, 28 September 2021.
Diva bercerita, ketertarikan mereka meneliti nelayan Tidore berawal dari seringnya membahas kehidupan masyarakat Maluku Utara di kelas sosiologi, yang kebetulan diasuh oleh seorang dosen asal Tidore, yaitu Kamaruddin Salim, pria asal Kalaodi Tidore.
Sewaktu ada lomba karya tulis ilmiah, ia dan rekannya kemudian memutuskan melakukan riset di Kota Tidore Kepulauan. Berbagai data pun dikumpulkan, Narasumber ditentukan dan jurnal-jurnal ilmiah soal kehidupan nelayan pun satu persatu dikaji sebagai referensi dasar penelitian.

“Iyaa mas, kenapa kami ambil Tidore untuk jadi bahan kajian kami, karena memang dari awal, sebelum ada lomba ini kami kebetulan lagi bahas Maluku Utara terus mas, tepatnya masyarakat pesisir Tidore,” ungkap Diva.
Penelitian dimulai, hampir tiga bulan lamanya, waktu yang digunakan Diva dan Shofia. Situasi pandemi yang membatasi, membuat keduanya tidak dapat secara langsung hadir ke Tidore. Penelitian dilakukan melalui wawancara dengan nelayan di Tidore dan pihak-pihak terkait. Diva mengaku, sangat ingin mengunjungi Tidore suatu hari nanti, untuk menyempurnakan risetnya.
Rekan Diva, Shofia Dwi Nur Maulida menjelaskan, dari penelitian ini, mereka dapat mengetahui bahwa Tidore selain memiliki fakta sosial sebagai masyarakat pesisir yang tradisional, juga memiliki potensi laut yang melimpah, yang tentu sangat menarik untuk di teliti. Informasi yang mereka peroleh dari wawancara dengan beberapa pihak, diantaranya; Kadis Kelautan dan Perikanan dan salah seorang penyuluh di Tidore, wawancara juga mereka lakukan dengan pihak Kementerian dan Kelautan RI. Namun demikian, kekayaan hasil laut tersebut menurut Shofia, masih belum mampu menjamin peningkatan kesejahteraan, karena model pengelolaannya masih bersifat tradisional dan belum ditunjang oleh fasilitas yang memadai.
“Alasan saya memilih riset di Tidore itu, karena melimpahnya kekayaan laut, ini yang memikat saya untuk meneliti lebih lanjut,” jelas Shofia.
Ia bercerita, penelitian tersebut dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan terlebih dahulu mengumpulkan dan mengkaji buku-buku dan jurnal ilmiah sebelum kemudian melakukan wawancara. Diantara sekian banyak jurnal yang dikaji, terdapat dua jurnal yang bagi mereka sangat menarik, yaitu; jurnal “Dinamika Perubahan Sosial Masyarakat Nelayan dalam Meningkatkan Taraf Hidup di Kelurahan Mafututu kota Tidore kepulauan” karya Ishak S. Husen dan jurnal “Pemetaan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan di Pulau Maitara Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara” karya Asmita Ode Samili.
Shofia yang juga baru menjuarai lomba essay tingkat nasional di Surabaya beberapa waktu yang lalu itu menyampaikan, bahwa dari hasil penelitian tersebut mereka dapat memberi rekomendasi solusi pengelolaan ikan nelayan di Tidore, yaitu dengan program Pasar Terbuka, yang didalamnya terjadi kerjasama antara pemerintah, nelayan dan investor.
Sementara itu, sang dosen pembimbing, Kamarudin Salim, menyampaikan bahwa kedua mahasiswanya tersebut adalah mahasiswa berprestasi dan sangat tertarik meneliti tentang Tidore.
“Kedua mahasiswa ini punya prestasi yang hebat di kampus, Shofia itu baru saja menjuarai lomba essay, sementara Diva katanya ingin menulis essay soal Taji Besi, debus khas Tidore,” tuturnya saat dihubungi.
Dalam penelitian tersebut, Diva dan Shofia juga mengurai bahwa dengan pendapatan yang relatif kecil, yaitu sekitar dua hingga tiga juta rupiah per bulannya dan juga harus membagi hasil dengan para anak buah kapal (ABK) yang jumlahnya 12 hingga 20 orang, membuat para nelayan hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari tangkapannya.

Dalam wawancara dengan para narasumber, mereka mengetahui pola melaut nelayan di Tidore sangat bergantung pada kondisi alam dan cuaca. Sehari-hari para nelayan biasanya mulai melaut sekitar pukul 05.00 subuh dini hari.
Kedua mahasiswi tersebut menemukan, bahwa tidak jarang para juragan ikan membagikan ikan tangkapannya secara cuma-cuma, dengan tujuan saling membantu dan meringankan beban para nelayan. Ikan-ikan yang tidak laku di tempat pelelangan ikan, selain dijual ke pasar terdekat, juga biasanya untuk konsumsi para nelayan tersebut dan hanya dilakukan ketika para nelayan benar-benar dalam keadaan sulit.
Selain itu, dalam penelitian tersebut, dijelaskan bahwa masyarakat Tidore merupakan masyarakat tradisional yang lamban dalam proses perubahan sosialnya. Sehingga secara ekonomi juga dipastikan lambat perkembangannya. Karena itu, dibutuhkan regulasi yang berpihak pada peningkatan kehidupan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini juga menerangkan bahwa, kebijakan lingkungan laut Indonesia saat ini disusun berdasarkan implementasi Undang- Undang N0. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang N0. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Undang-Undang No. 17 tahun 2009 tentang Pelayaran, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan regulasi tersebut, pengembangan lingkungan laut diarahkan kepada pembangunan kelautan berkelanjutan yang berdasarkan pada daya dukung lingkungan yang alami.

Dari sekian persoalan di bidang perikanan Tidore, salah satu persoalan yang berhasil dipotret dalam penelitian ini adalah jumlah cold storage di Tidore yang masih relatif rendah juga belum adanya pabrik es dengan kapasitas besar. Meskipun begitu, Pemerintah sudah merencanakan pembangunan dan penambahan cold storage di wilayah Tidore dengan kapasitas yang cukup.
Namun bagi Diva dan Shofia, jika dilihat dari jumlah dan distribusi ikan kota Tidore, berdasarkan data yang mereka berhasil kumpulkan. Hal tersebut belumlah cukup, mengingat kondisi sektor perikanan Tidore, yang sepi akan investor. Pemerintah akan kesulitan jika tidak melibatkan investor.
Mereka juga menemukan banyak persoalan lain yang dikeluhkan oleh nelayan dan para pedagang ikan, juga para penyuluh perikanan. Mulai dari ketiadaan teknologi yang memadai, SDM yang relatif rendah tingkat pendidikan, kurangnya kesadaran dalam pembudidayaan ikan, serta lemahnya minat generasi muda untuk terlibat dalam sektor ini.
Dari penelitian ini, kedua mahasiswa tersebut menyarankan agar dibangun sebuah program pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal dalam meningkatkan inovasi dan kolaborasi antara nelayan, pemerintah, dan investor di Tidore.
Sebagai rekomendasi, kedua peneliti tersebut mengajukan sebuah program yang dinamakan program “Pasar Terbuka”, dimana menurut mereka, sangat rasional untuk dapat dijalankan. Program “Pasar Terbuka” dipilih karena dapat menyatukan masyarakat pesisir Tidore dan untuk menarik perhatian investor dan wisatawan.
Menurut mereka, pelabuhan-pelabuhan yang ada di kota Tidore kepulauan saat ini, belum dimanfaatkan dengan baik. Keduanya menyarankan, agar dilakukan optimalisasi pelabuhan, melalui program Pasar Terbuka, keduanya meyakini bahwa perekonomian nelayan dan keluarganya dapat meningkat secara bertahap.

Di Pasar Terbuka tersebut, para nelayan dengan bantuan dari pemerintah, selain dapat meningkatkan produksi ikan, juga dapat meningkatkan nilai tambah, melalui industri pengelolaan ikan. Kegiatan sekunder di Pasar Terbuka tersebut dapat melibatkan keluarga para nelayan yang biasanya berdiam diri di rumah, juga guna menghidupkan aktivitas jasa di lokasi pasar.
Pasar Terbuka yang disarankan Diva dan Shofia, mendorong integrasi kegiatan nelayan menjadi industri perikanan sekaligus industri pariwisata dengan memanfaatkan area pelabuhan yang sudah ada.
Di akhir wawancara, kedua mahasiswi tersebut manyatakan bahwa dengan pengelolaan yang baik, melalui sistem kerjasama dan promosi yang terukur, maka akan menarik perhatian investor untuk menanamkan modalnya. Dengan demikian akan membantu perekonomian nelayan dan masyarakat pesisir di Tidore.
Kolaborasi yang erat antara pemerintah dan masyarakatlah yang menurut kedua mahasiswa ini, dapat menarik investor untuk ikut berkolaborasi nyata dalam mewujudkan sektor perikanan Tidore yang lebih maju.
Reporter : Mw
Editor : Redaksi