Dia memandang nabi dan pemimpin sah setelahnya sebagai pembimbing sejati politik ini. Mulla Shadra berpendapat bahwa nabi sudah tentu menyangkut segala sesuatu yang terkait dengan prinsip dan kebijakan agama. Mulla Shadra juga menyebut politik ini sebagai politik mencari keadilan, politik dari yang Maha Kuasa. Selanjutnya Mulla Shadra menjelaskan tentang politik insani terdiri dari kebijakan-kebijakan pilihan manusia untuk kemajuan dan perbaikaan masyarakat.
Kemudian Mulla Shadra menjelaskan bahwa semestinya politik insani tidak terpisah dari hukum suci (syari’ah). Berkaitan dengan falsafah imamah, Mulla Shadra mengatakan bahwa manusia niscaya bekerjasama dengan manusia yang lainnya demi kelangsungan hidup mereka, kerjasama ini menjadi sempurna dengan transaksi, dan transaksi ini harus berdasar pada sunnah dan hukum keadilan yang selanjutnya memerlukan seorang penunjuk dan legislator yang adil.
Politik Ilahi (Siyāsah Ilāhī) adalah konsep yang menekankan supremasi Tuhan dalam urusan manusia dan negara. Mulla Sadra percaya bahwa Tuhan adalah sumber tertinggi kebijaksanaan dan hukum moral, dan karena itu, semua aspek kehidupan manusia, termasuk politik, harus tunduk pada prinsip-prinsip ilahi. Dalam politik ilahi, hukum-hukum dan peraturan diturunkan dari prinsip-prinsip agama dan etika yang ditetapkan oleh Tuhan.
Mulla Sadra meyakini bahwa pemimpin politik harus bertindak sesuai dengan ajaran agama dan hukum moral Islam. Kepemimpinan politik yang ideal adalah yang mencerminkan nilai-nilai moral, keadilan, dan kebijaksanaan ilahi. Pemimpin politik yang memerintah dengan prinsip-prinsip ini akan memastikan kesejahteraan dan keadilan bagi rakyatnya. Politik insani adalah konsep yang mengacu pada aspek-aspek manusiawi dalam politik.
Mulla Sadra mengakui bahwa sementara politik ilahi menggarisbawahi kebijaksanaan Tuhan sebagai sumber prinsip-prinsip moral, manusia juga memiliki peran penting dalam penyelenggaraan negara dan politik. Politik insani mengakui peran manusia dalam menentukan nasibnya sendiri dan dalam menciptakan sistem politik yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Politik Keretanya, Sufi Masinisnya Sedang Tuhan Tujuannya
Politik sebagai jalan praktik tasawuf telah menjadi subjek perdebatan dan refleksi dalam tradisi filsafat dan tasawuf Islam. Beberapa filosof dan sufi telah mengembangkan pandangan yang menyatukan atau menghubungkan politik dan tasawuf. Berikut adalah uraian tentang pandangan ini dari beberapa pemikir dan sufi terkenal Ibn Arabi seorang sufi terkenal dari Andalusia, menyajikan pandangan unik tentang hubungan antara politik dan tasawuf.
Baginya, realitas yang ada adalah manifestasi dari Tuhan, dan dalam setiap aspek kehidupan, kita dapat menemukan jejak-Nya. Oleh karena itu, politik, jika dijalankan dengan benar, bisa menjadi sarana untuk mencari Tuhan. Ibn Arabi berpendapat bahwa seorang pemimpin politik yang adil, bijaksana, dan bertaqwa dapat mencapai pemahaman spiritual melalui tugas-tugasnya yang melibatkan keadilan dan kebijaksanaan. Al-Ghazali, seorang sufi dan filosof terkenal, menulis tentang hubungan antara agama dan politik dalam karyanya yang terkenal, Ihya Ulum al-Din (Pembaruan Ilmu-ilmu Agama).