Halbar– Sentral Mahasiswa Halmahera Barat (SEMAHABAR) Kota Ternate menyoroti serius dugaan penyelewengan dana miliaran rupiah di tubuh Dinas Kesehatan (Dinkes) Halmahera Barat.

Kasus ini terungkap setelah Kepala Dinkes Halbar, Novelheins Sakalaty, diperiksa penyidik Polres Halbar terkait perjalanan dinas serta temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Maluku Utara yang menegaskan adanya Rp2,4 miliar anggaran perjalanan dinas bermasalah dan Rp1,8 miliar yang diduga disalahgunakan pada tahun anggaran 2022–2023.

SEMAHABAR Kota Ternate, melalui Ketua Bidang Informasi & Komunikasi Digital, Hakim Hi Sale kepada Sentra menuturkan, skandal ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi bentuk nyata korupsi sistemik yang berdampak langsung terhadap ekonomi daerah dan pelayanan publik.

“Dana perjalanan dinas seharusnya mendukung efektivitas kerja, bukan jadi bancakan. Temuan BPK yang mencapai Miliaran Rupiah adalah alarm bahwa pengelolaan anggaran daerah sangat carut-marut. Ini kejahatan ekonomi daerah sekaligus pengkhianatan terhadap rakyat Halbar,” tuturnya.Selasa (19/8).

Dirinya menilai, dana perjalanan dinas yang diselewengkan ini punya opportunity cost yang sangat besar bila dialihkan ke sektor kesehatan.

“Rp2,4 miliar = 24.000 kotak obat generik (asumsi Rp100 ribu per kotak). Dengan jumlah ini, ribuan pasien di RSUD Jailolo atau Puskesmas bisa tertangani secara layak. Rp2,4 miliar = 80 unit tempat tidur rumah sakit standar (asumsi Rp30 juta per unit, lengkap dengan kasur, infus stand, dan lemari pasien)”, ungkapnya.

Padahal, sambung Hakim, RSUD Jailolo saat ini kekurangan fasilitas dasar, bahkan ruang VIP masih tanpa pendingin ruangan.
Rp2,4 miliar samadengan gaji 200 tenaga kesehatan kontrak setahun (asumsi Rp 1 juta per bulan per orang).

“Jumlah ini bisa memperkuat layanan kesehatan di desa-desa terpencil, terutama Loloda dan Ibu. Bayangkan, setiap rupiah yang hilang berarti ada pasien yang tidak mendapat obat, ada tenaga kesehatan yang tidak bisa digaji, ada ibu hamil yang harus melahirkan tanpa fasilitas layak. Inilah dampak ekonomi dari korupsi perjalanan dinas,” jelas Hakim.

BACA JUGA   Plastik, Sampah dan Masa Depan Kita

Lebih lanjut, Mahasiswa FISIP UMMU Ternate ini menjelaskan, total belanja daerah Halmahera Barat dalam APBD 2023 tercatat sekitar Rp1,2 triliun. Bila Rp2,4 miliar ‘raib’ hanya pada satu pos perjalanan dinas Dinkes, itu setara 0,2% dari total APBD.

“Angka ini terlihat kecil, tetapi dalam konteks kesehatan, Rp2,4 miliar bisa menopang 10–15% dari total belanja kesehatan daerah yang memang sangat terbatas. Artinya, penyimpangan ini langsung menggerus daya dorong fiskal Pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.”, terangnya.

“Dalam ilmu ekonomi publik, setiap rupiah APBD yang bocor berarti multiplier effect positif untuk rakyat hilang. Korupsi ini bukan hanya soal angka, tetapi soal hilangnya nilai tambah ekonomi yang seharusnya dirasakan masyarakat,” sambung Hakim.

Pihaknya mendesak aparat penegak hukum untuk tidak berhenti di tahap pemeriksaan saksi. Bila bukti penyimpangan cukup kuat, penyidik harus segera meningkatkan status ke penyidikan dan penetapan tersangka.