Renjana Cafe, Semangat Baru Seorang Konsultan Perencanaan

Ternate,- Berada tepat di samping jalan raya membuat Renjana Cafe mudah ditemukan. Terletak tak jauh dari Kantor Catatan Sipil Kota Ternate.

Malam itu, saya sengaja mampir untuk menikmati kopi. Sang pemilik kafe tampak ceria menyambut. Janji wawancara yang pernah kami sepakati tampaknya segera terealisasi. Rabu 9 Maret 2022.

Ismid Achmad (34), saya menyapanya Bang Is, Owner Renjana Cafe, tersenyum ramah menyambut saya. Kami pun memilih bangku di sudut halaman luar kafe dan memesan minuman. Saya memilih espresso original.

Diskusi dimulai, saya pun berusaha menggali pengalaman Bang Is. Kepada saya ia menuturkan, sebelum kini menggeluti usaha kafe, ia pernah berkarir sebagai konsultan proyek di Bali sejak 2011. Sembari bekerja, alumnus ITN Malang tersebut juga melanjutkan studi magister Ilmu Lingkungan di Universitas Udayana.

Pulang ke Kampung Halaman

Sekian tahun meniti karir di negeri orang. Awal 2021 Bang Is pun kembali ke Ternate. Ia harus menemani sang istri yang diterima menjadi dosen di Universitas Khairun Ternate.

Suasana Kafe Renjana di malam hari

Bang Is mengakui, sebenarnya sudah lama ada keinginan untuk pulang. Ia berpikir harus melakukan sesuatu ketika waktunya ia harus kembali. Selama 11 tahun bekerja sebagai seorang konsultan perencanaan, membuatnya merasa kian jenuh.

“Karena mulai jenuh, padahal so punya perusahaan sendiri tu, atur waktu juga so bebas, cuma karena tiap tahun mengulangi hal (kegiatan) yang sama, karena proyek tu begitu sudah. Kondisi dilapangan yang begitu-begitu sudah, akhirnya pas istri diterima kerja di Unkhair, saya putuskan untuk pulang,” tutur Bang Is.

Sebagai seorang konsultan, banyak pengalaman yang baginya sangat menyenangkan. Berkunjung dari kota satu ke kota yang lain guna mengerjakan proyek baginya cukup mengasikkan. Bahkan Bang Is juga terlibat dalam proyek pembangunan Sirkuit Mandalika.

BACA JUGA   Mangael di Muka Maitara, Spot Favorit Nonako Fishing Club

Rasa jenuh yang dialami menurut Bang Is karena suasana pekerjaan yang sudah semakin monoton. Atmosfir kerja yang selalu dikejar deadline dan juga terutama karena  tekanan atasan atau pemilik proyek menjadi sebab mengapa ia memilih berhenti dan pulang.

“Jenuhnya ini bukan karena kerjanya, tapi lebih karena tekanan atasan dan pemilik proyek,” ujarnya.

Tidak ingin terus menerus  terkungkung. Ia kemudian mencoba berbisnis dengan harapan dapat menjadi passion baru bagi dirinya. Meskipun begitu, Bang Is tidak menutup kemungkinan suatu saat akan kembali menerima pekerjaan sebagai konsultan profesional jika diperlukan.

Membangun Renjana Cafe

Pilihan membangun kafe adalah keputusan yang ia ambil agar tidak berlarut-larut dalam kejenuhan. Seringnya bekerja dan bertemu klien di berbagai kafe juga sedikit banyak mempengaruhi keputusan tersebut. Terlebih dukungan sang adik yang juga pernah  membangun kedai kopi.

“Biasanya kalau bosan di kantor ya ke kafe, ketemu klien atau partner kerja,” ungkapnya.

“Adik saya juga sarankan bikin kafe, karena kebetulan dia so punya kedai kopi,” lanjut Bang Is.

Dengan sejumlah modal dari honor pekerjaannya, Bang Is kemudian memantapkan pilihan dan mencoba peruntungannya di bisnis kafe. Renjana kemudian dipilih mejadi brand kafe yang akan ia bangun.

Bang Ismid, Konsultan Perencanaan sekaligus Owner Renjana

“Ada berapa kata yang saya cari-cari, tapi rasa kurang cocok, pernah mau pakai kata Lembayung, terus ketemu kata Renjana di KBBI yang berarti hasrat, gairah,” tutur Bang Is.

“Paling tidak Renjana ini bisa jadi  passion yang baru dan semangat baru,” jelasnya.

Selain sebagai brand, Renjana juga ia gunakan sebagai nama salah satu menu. Kopi Renjana  menjadi menu signature di kedainya. Racikan kopi dan gula merah yang khas dan tak disangka menjadi menu andalan.

BACA JUGA   Kisah Sanggar Kabata; Kreasi Budaya Halmahera Tengah

“Kopi renjana itu kopi gula merah sebenarnya, kopi ini yang yang paling laris terjual sampai saat ini dan belum tergeser dari puncak klasemen,” ungkapnya sambil tertawa.

Renjana dan Harapan Bang Is

Setahun lebih sudah usaha Renjana beroperasi. Usaha yang dijalaninya disecara otodidak, tanpa sekolah bisnis atau kebaristaan. Namun dalam perjalanan, ia mengakui mendapat banyak pelajaran penting tentang berbisnis yang baik, khususnya tentang bisnis kafe. Renjana Cafe ia mulai tanpa pengalaman.

“Pas pulang kamari bingung mo bikin apa, maitua (istri) juga so kerja, saya sih mau-mau saja di rumah, cuma kayaknya lebih baik bikin usaha dulu, intinya bikin saja dululah,” ungkap Bang Is.

Bang Is bercerita, selama menjalankan Renjana Cafe, Ia dituntut untuk terus kreatif dan inovatif jika ingin bertahan di tengah maraknya persaingan usaha kedai di Ternate.

Konsep dan strategi branding ia pelajari,  perlahan-lahan ia mulai menentukan pasar. Ia mengaku banyak belajar dari youtube tentang bagaimana membuat racikan kopi yang baik sehingga bisa diterima.

Bisnis menurutnya memiliki variabel-variabel yang sulit untuk diperkirakan, misalnya biaya produksi, belanja bahan, honor karyawan, biaya operasional dan masih banyak lagi.

Karyawan Kafe Renjana

“Pertama tong target 50 cup per hari, tapi tra dapat karena banyak hal, sekarang 20 cup saja, Alhamdulillah,  bisnis ternyata punya banyak variabel yang harus tong perhatikan baik-baik,” jelasnya.

Salah satu kendala yang menurut Bang Is menjadi tantangan bagi para pengusaha kedai kopi adalah realitas  masyarakat yang belum terlalu mengenal kopi. Apa manfaat dan pengaruh caffein dalam kopi seperti americano atau arabica. Kafe kini sekadar menjadi tempat nongkrong untuk mengikuti tren dan lifestyle.

“Budaya ngopi orang disini tu minum kopi masih hanya buat nongkrong, bukan untuk minum kopi,” ungkapnya.

BACA JUGA   Belajar dari Meus; Pelopor Bisnis Digital Branding di Tidore

Hal yang menurutnya berbeda dengan dengan masyarakat di negara lain, terutama Korea. Menurut riset, sekitar 80% persen orang korea terlihat dijalan pasti sambil ngopi. Bahkan data tahun 2017 menunjukkan rata-rata konsumsi per orang di Korsel 512 cangkir kopi per tahun. Artinya dalam satu tahun Korea Selatan membutuhkan 26,5 milliar cangkir kopi.

Di Korea Selatan, sebagian besar warga adalah penikmat americano yaitu sebanyak 49% dibanding kopi jenis lainnya. Bahkan  menjadi salah satu negara peminum kopi terbanyak. Kenapa americano sangat disukai? Karena tingkat produktivitas yang tinggi seperti kerja dan sekolah yang bisa hingga larut malam. Jadi mereka sangat membutuhkan caffein.

Selain itu, bagi warga Korea, penampilan adalah nomor satu, makanya banyak yang mengonsumsi americano sebagai alternatif diet, karena americano itu rendah gula (glukosa). Bang Is bercerita, bahkan para personil Exo pun program dietnya menggunakan americano. Kopi americano bagi orang Korea adalah penunjang aktivitas sehari-hari.

Karena itu, ia berharap, banyaknya jumlah kedai kopi yang ada di Ternate harus mampu menjadi media untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.

“Banyaknya kafe itu sebenarnya juga salah satu bentuk edukasi to,” tutupnya.

Perbincangan seputar kopi dan pengalaman Bang Is sungguh menyenangkan. Tak terasa malam kian larut, Kafe Renjana pun sudah saatnya ditutup. Saya pun mohon diri dan beranjak pulang.

Reporter : Yus

Editor : Redaksi