Oleh:

Harun Gafur (Pegiat Literasi Teras SAGU)

Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi tantangan besar dalam pemerataan akses pendidikan tinggi. Pusat-pusat perguruan tinggi masih terkonsentrasi di kota-kota besar di Pulau Jawa, sementara masyarakat di wilayah kepulauan seperti Maluku, NTT, dan Papua kerap kesulitan mengakses jenjang pendidikan tinggi.

Pendidikan dan Pendirian perguruan tinggi di daerah kepulauan adalah solusi strategis yang bukan hanya membuka akses, tetapi juga membangun SDM lokal yang unggul dan relevan dengan kebutuhan daerah. Dengan hadirnya kampus di daerah, biaya pendidikan bisa ditekan karena mahasiswa tidak perlu merantau jauh. Selain itu, kurikulum perguruan tinggi di daerah bisa dirancang sesuai potensi lokal seperti kelautan, perikanan, dan pariwisata. Lebih dari itu, pendirian kampus di wilayah kepulauan seperti di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah sangat penting sebagai investasi membangun peradaban di bumi gamrange juga mendorong pembangunan ekonomi sekitar.

Tenaga pengajar, staf, dan mahasiswa akan menciptakan ekosistem produktif yang mempercepat pertumbuhan daerah tertinggal. Namun, hal ini harus diimbangi dengan jaminan mutu, fasilitas yang layak, dan dukungan digital agar perguruan tinggi di negeri gamrange tidak tertinggal dari dengan daerah lain. Dengan pendekatan ini, pendidikan tinggi bisa benar-benar menjadi alat pemerataan dan pemberdayaan bangsa dari pulau Jawa ke timur Indonesia.

Pendidikan di Bumi Gamrange, antara janji dan kemerdekaan

Sebagai negara maritim terbesar di dunia, Indonesia dan lebih khusus Maluku utara memiliki ratusan pulau dengan karakteristik geografis yang sangat beragam. Namun, kekayaan alam di negeri Gamrange ini justru menjadi tantangan tersendiri dalam pemerataan pendidikan, khususnya di wilayah Maluku utara.

Sekolah yang terbatas, minimnya tenaga pendidik, serta akses transportasi yang sulit menjadi penghalang utama anak-anak di wilayah gamrange untuk mendapatkan dan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi yang layak. Banyak guru enggan ditempatkan di pulau-pulau terpencil karena fasilitas yang kurang mendukung.

BACA JUGA   Keberagaman di Jazirah Moloku Kie Raha: Membangun Masa Depan Kepemimpinan Inklusif untuk Semua

Selain itu, akses internet yang buruk membuat pembelajaran daring yang menjadi kebutuhan di era digital sulit diterapkan. Akibatnya, siswa di daerah kepulauan tertinggal jauh dibandingkan siswa di kota. Namun, ini bukan berarti pendidikan di wilayah ini harus dibiarkan tertinggal. Pemerintah perlu mengambil langkah nyata: memperkuat infrastruktur pendidikan, memberikan insentif bagi guru di daerah terpencil, serta sudah seharusnya membangun perguruan tinggi di negeri Gamrange sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah.

Pendidikan adalah hak setiap anak, tidak peduli di pulau besar atau kecil. Jika bangsa ini ingin maju, maka investasi terbesar harus dimulai dari pendidikan yang adil dan merata hingga ke pulau-pulau terluar Nusantara, termasuk di bumi Gamrange.

Pendidikan tinggi adalah pintu menuju masa depan yang lebih baik. Namun, bagi jutaan masyarakat miskin di wilayah Halmahera Timur dan Halmahera Tengah, pintu itu sering tertutup rapat bukan karena kurangnya semangat, tetapi karena kemiskinan. Biaya kuliah, tempat tinggal, transportasi, dan kebutuhan hidup sehari-hari menjadi tembok tinggi yang sulit dilompati. Padahal, keadilan sejati dalam pendidikan adalah ketika anak dari keluarga miskin bisa duduk di bangku kuliah yang sama dengan anak pejabat, bukan karena belas kasihan, tapi karena hak.