Kie Besi mengartikan zat atau elemen yang sangat kokoh dan didukung lagi dengan ungkapan nama dari bahasa Ternate dan Tidore pulau ini bernama Marah pertanyaanya apakah masyarakat dipulau ini adalah masyarakat pemarah? Tentu tidak karena ungkapan nama Pulau Makian dalam bahasa Makian Dalam sendiri adalah Malo Tabah artinya apapun yang tersanding dari nama Kampung halamanya ada ternyata Tabah mengartikan kesabaran dan ketabahan dari sinilah sebagai penulis sedikit melihat perjalanan kehidupan manusia makayoa dalam perspektif masa lalu hingga masa kini.
Empat Kesultanan di Maluku Utara yang dikenal dengan KESULTANAN MOLOKU KIERAHA yang selama ini masing-masing mengklaim sebagai awal mula berdirinya kekuasaanya atas jazirah Almulk alias Jazirah tuil Jabal Mulk atau Mamlakatul Mulukiyyah (asal kata Maluku), terdiri dari Kesultanan Ternate, Tidore, Makian (sebelum pindah ke Bacan) dan Moti sebelum (pindah ke jailolo) J.T. Collins menyebutkan, berdasarkan kajian linguistik, Kesultanan Bacan adalah kesultanan tertua di Maluku Utara awalnya kerajaan Bacan berpusat di Pulau Makian dengan berbagai alasan seperti ancaman letusan Gunung Kie Besi memaksa pusat kekuasaan berpindah ke Pulau Bacan yang saat ini secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kabupaten Halmahera Selatan.
Dalam beragam teori tentang masuknya Islam di wilayah ini sesungguhnya berawal dari Pulau Makian sejalan dengan interaksi mereka dengan para pedagang muslim yang datang negeri ini hingga pulau ini diberi nama Almakiyah di jazirah Almulkiyah sejak abad 12—13 M. Salah satu ulama besar adalah Jafar Shadiq, keturunan Rasulullah yang berasal dari Persia Ia datang ke pulau ini pada 1250, Dengan demikian, ajaran Islam sudah dikenal dan dianut masyarakat makian jauh sebelum sistem politik kerajaan berubah menjadi sistem kesultanan yang bercorak Islam salah satunya terbukti dari nama dalam empat kesultanan khususnya kesultanan Almakiyah (Makian) sejak berdirinya sudah berbau Islam, meskipun corak kekuasaannya belum Islam.
Dengan dasar dan latar belakang perjalanaan kesultanan di Pulau Makian hingga berpindah ke pulau bacan masih ada bentuk penjajahan kolonial yang luar biasa dimasanya hingga berdirinya Benteng Mauritius dibangun pada tahun 1612 oleh Pieter Both. Hal ini tertulis dalam laporan Johannes Nessel untuk Arnold de Vlaming van outshoorn pada tahun 1651 benteng ini terletak di diatas Bukit rube perbatasan antara desa kota dan desa rabudaio Ngofakiaha (Waikyon) di pantai barat laut Makian.
Sesungguhnya Benteng ini berdiri berdekatan dengan Kedaton kesultanan dimana lokasi ini terjadi patahan bumi di tahun 1572 akibat dari Gempa Tektonik bersamaan dengan meletusnya Gunung Api Kiebesi (bukti Alam masih terlihat di ujung Desa Kota Hingga ujung desa Kota dan Gorup di bagian pesisir atau bibir pantainya Benteng Mairitius dianggap sangat strategis karena berada di atas sebuah bukit sebelah kanan desa sehingga dapat memudahkan pemantauan ke arah laut. Tidak lama kemudian, lokasi benteng dianggap kurang cocok untuk menyimpan barang-barang dagang dalam skala besar).