Tapi cerita Ghozal tak selalu mulus. Ia pernah mencoba masuk lebih dalam ke sistem, dengan mencalonkan diri sebagai Ketua ASKOT PSSI Kota Ternate. Sebuah langkah berani, karena itu artinya ia harus berhadapan dengan mekanisme organisasi yang sering kali lebih mementingkan status ketimbang kemampuan. Sayangnya, ia gagal, ia dinyatakan tidak lolos verifikasi karena alasan administratif.

Tapi justru dari kegagalan itu, ia belajar sesuatu yang penting, bahwa sistem tak akan berubah hanya dengan niat baik. Harus ada kekuatan struktural dan konsolidasi massa yang kuat.

Seperti biasa, ia tidak larut dalam kekecewaan. Ia kembali ke akar perjuangannya, bisnis dan sepakbola. Dua dunia yang ia yakini bisa saling menopang. Dari bisnis ia punya modal, jaringan, dan pengalaman. Dari sepakbola ia punya ruang pengabdian, medan pembentukan karakter, dan potensi perubahan sosial.

Ia tahu, di kota seperti Ternate, ini bukan kerja satu-dua tahun. butuh kerja panjang yang sepi pujian. Tapi bagi Ghozal, hidup bukan soal sorotan, melainkan soal dampak. Bahkan kalaupun hanya dampak kecil, seperti seorang anak SSB yang jadi lebih percaya diri, atau pemain kampung yang akhirnya dapat tawaran trial di klub lebih besar.

Kalau ditanya soal ambisinya ke depan, Ghozal mungkin tak akan jawab panjang. Ia bukan tipe yang suka berkoar-koar di media. Tapi dari caranya kerja, dari tim yang ia bangun, dan dari anak-anak muda yang ia dampingi, kita akan tahu bahwa dia sedang menanam sesuatu yang besar.

Sepak bola adalah tempat ia berbuat. Bisnis adalah tempat ia bertahan. Dan di antara keduanya, ia belajar menyusun ulang makna “berhasil.” Bukan soal jabatan. Bukan soal omset. Tapi soal seberapa banyak orang yang hidupnya ikut naik karena kerja-kerja kecil yang ia mulai.

BACA JUGA   Indriyani Kordi, Qoriah Cilik Juara MTQ Maluku Utara 2024

Mungkin bagi sebagian orang, apa yang Ghozal lakukan tampak biasa. Tapi di kota kecil seperti Ternate, di mana semangat mudah padam dan ide cepat ditenggelamkan oleh birokrasi dan patronase, kehadiran seorang Ghozal adalah penting. Ia membuktikan bahwa anak muda bisa jadi pelaku perubahan, bukan hanya penonton.

Selama lapangan masih ada, selama anak-anak masih menendang bola dengan sepatu sobek, selama warung kopi masih bisa jadi tempat obrolan jujur, maka perjuangan belum selesai. Dan untuk itu, ia tak akan berhenti.

Dari kami untukmu, Ghozal. Tetap berusaha, berkarya dan berdampak. Engkau menginspirasi kami.