Lalu bisakah kita membayangkan akan ada atmosfir atau derita macam apa yang akan dihirup dan diteguk oleh anak-anak yatim piatu. Petani yang kehilangan sumber kehidupan dan orang lemah yang keseharianya dipenuhi dengan kelaparan, tidak memiliki pendapatan dan ketidakadilan tentang ekonomi?

Maka akar dari keretakan moral adalah ketika orang selalu memuji pejabat dan menjilat kekuasaan. Lalu mengatai orang miskin sebagai kaum “mustadafin” yang tidak memiliki relasi kuasa dan arti apa-apa.

Fenomena keretakan moral inilah manusia terlalu asik dan mengalami kecanduaan terhadap kekuasaan. Seperti kata Foucault, “kekuasaan itu mempesona”.  Tragisnya, banyak manusia sekarang di antara kita terbuai dengan godaan kekuasaan.

Kerusakan moral manusia merupakan penyebab terbesar. Yakni, manusia sebagian besar melibatkan diri dalam kekuasaan tanpa rasa malu dengan sikap hidup yang menjilat orang-orang berkuasa, yang membersamai elit pejabat telah mengabaikan kondisi orang lemah miskin.

Namun orang miskin dibutuhkan di saat momentum Pemilu dengan politik uang yang dieksploitasi untuk kepentingan politik elektoral semata.

Mereka yang bergaya hidup dalam zona nyaman ini, yang telah berpihak pada penindas, fasis dan hidup di bawah tirani kekuasaan. Kini membahayakan keberlangsungan hidup yang justru memutuskan hubungan ‘hablum minannas’, dan segala tindakanya tidak lagi mempertimbangkan perintah Al-Qur’an.

Setelah kemanusiaan dibunuh dan tatanan moral dihancurkan, mereka mempraktikkan kultur kebohongan sebagai bentuk kewajaran dalam relasi kekuasaan. Kebohongan dalam kekuasaan dinormalisasikan untuk meraih dan melanggengkan kejahatan, rakus, merusak sendi sendi-sendi kehidupan.

Kemudian di tengah kebisuan pejabat dan keretakan moral manusia, ketidakadilan, maupun kerusakan alam, kita harus membumikan cahaya kemanusiaan. Kebenaran dan obor keadilan di tengah kegelapan. Bahwa masyarakat harus dipandu dengan iman, ilmu, amal, nilai kebudayaan, keadilan dan kemanusiaan universal agar menerangi kegelapan moral bangsa ini.

BACA JUGA   Geram Karteker Kades Tak Kunjung Datang, Warga Kusubibi Palang Kantor Desa

Kegelapan moral menuju cahaya ‘Rahmatan lilalamin’. Semoga cahaya keabadian, kebenaran, keadilan dan kemanusiaan terpancar di hati nurani manusia untuk menumbuhkan ikatan emosional yang kuat. Mencintai rakyat kecil dan sadar secara ekologis.

Terakhir, disaat menulis tulisan ini, mari kita kembali merunung sejenak dan meneteskan air mata untuk sang kekasih Allah, Nabi penyelamatan umat manusia. Baginda Muhammad SAW yang di saat kepergiaanya tetap berucap “umatku-umatku.”