Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, mengkritisi kebijakan pengelolaan hutan di Indonesia yang terlalu berorientasi pada keuntungan finansial daripada pelestarian ekologi.

Menurutnya, nilai ekologis hutan jauh lebih besar daripada keuntungan finansial. Ia bilang,

BUMN seperti Perhutani seharusnya lebih mengedepankan fungsi ekologis dan ekosistem hutan daripada sekadar mengejar profit.

“Pengelolaan hutan di Jawa itu harus mengedepankan pada ekologi dan ekosistem. Perhutani tidak boleh ditargetkan hanya untuk mencari keuntungan semata. Karena keuntungan terhadap masalah ekologi dan ekosistem jauh lebih besar daripada keuntungan finansial,” ujar Firman, Sabtu (17/5).

Ia menjelaskan, sudah banyak kerugian ekologi dan ekosistem telah terbukti merusak keseimbangan alam.

Saat musim penghujan, banjir terjadi di mana-mana akibat hilangnya lahan resapan. Sedangkan saat musim kemarau terjadi kekeringan berkepanjangan dan tentu akan merugikan masyarakat. Karena itu, ia menekankan agar pengelolaan hutan tidak semata-mata dikomersialisasi saja, tetapi juga mengedepankan konservasi.

“Sangat tidak realistis jika kebijakan yang mewajibkan BUMN menyetor margin profit setiap tahun namun tidak mengedepankan konservasi. Perusahaan seperti Perhutani hanya fokus pada pengelolaan hutan jati. Kalau seperti itu, maka tidak mungkin Perhutani mampu. Karena apa? Perhutani hanya mengelola hutan yang tanamannya hanya satu jenis yaitu jati,” tegas politisi Golkar tersebut.

Selain itu, ia juga menyoroti potensi kerusakan ekosistem yang disebabkan oleh alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian. Kebijakan tersebut dinilainya sangat keliru dalam reforma agraria.

“Kalau seandainya ada satu inovasi pengembangan, harus ditanam tanaman yang tegakan, bukan dialihfungsikan menjadi pertanian seperti kebijakan yang kemarin berlaku. Ini yang akan menghancurkan ekologi dan ekosistem kita,” jelasnya.

Alih-alih membagi lahan hutan untuk kepentingan pertanian, Firman meminta pemerintah untuk mempertahankan lahan pertanian yang eksisting.

BACA JUGA   Kota Tidore Urutan Pertama Hasil Survey Penilaian Integritas KPK, Sekda Apresiasi Kinerja OPD

“Untuk kepentingan pertanian, yang paling penting itu adalah bagaimana mempertahankan lahan pertanian yang eksisting. Bukan untuk merusak hutan, kemudian dialihfungsikan menjadi lahan pertanian,” tambahnya.

Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI juga mempertanyakan penggunaan dana reboisasi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tidak dikembalikan untuk pemulihan hutan. Tidak hanya itu, ia juga menyinggung anggaran Kementerian Kehutanan yang lebih kecil dari PNBP yang dikumpulkan, serta dana reklamasi tambang yang tidak jelas penggunaannya.

“Dana reboisasi kan berapa puluh triliun, kemana larinya? Ke APBN, untuk apa? Dana-dana ini seharusnya digunakan untuk menanam kembali pohon tegakan, seperti yang dilakukan pada era Presiden Soeharto,” katanya.

Dari sejumlah kritikan tersebut, ia mendesak pemerintah untuk memperbaiki tata kelola hutan secara berkelanjutan, dengan fokus pada pelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem daripada mengejar keuntungan semata

Reporter : Tim Sentra

Editor : M. Rahmat Syafruddin