Tidore,- Syukurdofu, demikian ucapannya ketika mengakhiri percakapan kami via whatsapp malam itu. Rencana wawancara yang sempat tertunda sekian bulan, akhirnya dapat terlaksana. Kami pun menyambangi kantornya di Jalan Kemakmuran Tidore, Minggu 3 Mei 2021.
Abdul Haris Muhiddin (32), nama yang tidak asing di kalangan seniman Tidore, adalah pembetot bass Karivella Band yang kini memilih berkiprah di bidang UMKM dan Ekonomi Kreatif di Tidore. Baru beberapa bulan yang lalu ia berhasil menggelar Syukurdofu UMKM Festival, sebuah ajang adu gagasan yang memberi kesempatan bagi UMKM dan kelompok kreatif untuk berlomba menunjukkan keunggulan produknya masing-masing.
Sejak memutuskan berhenti kuliah, Aison -demikian ia biasa disapa- telah membulatkan tekadnya untuk menggerakkan sektor UMKM dan Industri Kreatif di Tidore. Berbekal pengalaman di bidang seni dan kreatifitas di ibukota, ia mendirikan Syukurdofu Indonesia, sebuah wadah kolaborasi antar sesama pegiat UMKM dan Industri Kreatif.

Bagi yang sudah lama mengenalnya, pemuda yang pernah kuliah di jurusan Etnomusikologi ISI (Institut Seni Indonesia) ini memang gudangnya ide, sudah berbagai macam kegiatan kreatif di Tidore ia dalangi. Mengolah ide, mengkreasi, dan mendorongnya menjadi sebuah event adalah kesehariannya. Tak heran jika ia selalu sibuk memenuhi undangan narasumber di berbagai seminar dan diskusi tentang UMKM.
Kedatangan kami malam itu disambut hangat oleh Aison di kantornya. Beberapa pegiat UMKM juga sudah lebih dahulu datang. Obrolan ringan mengenai tantangan UMKM dan industri kreatif di Tidore dan Maluku Utara mengalir dengan santai. Kantor Syukurdofu Indonesia memang sudah menjadi tempat transaksi gagasan. Keberpihakan Aison pada sektor UMKM dan industri kreatif memang tidak diragukan lagi.
Membangun SON Institute
Aison berkisah, Sebelum kembali ke Tidore, ia sempat melanglang buana. Setelah melepas kesibukannya di dunia musik, ia pernah bekerja di Mahakarya, sebuah perusahaan manajemen artis besutan Dendy Reynando. Sejumlah artis ngetop ibukota pun pernah ia dampingi, diantaranya Gilang Dirga dan Tissa Biani.

Setelah sekian tahun bergelut di dunia manajemen artis, Aison akhirnya memilih resign dan mulai membangun bisnisnya sendiri. Tahun 2016 ia memutuskan memboyong keluarga kecilnya kembali ke Tidore. Ayah dua anak ini kemudian mendirikan SON Institute, sebuah wadah yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia dan merupakan embrio dari Syukurdofu Indonesia.
Target mendirikan SON Institute adalah membangun Kampung Inggris Indonesia timur di Tidore. Iklim Tidore dinilainya sangat kondusif untuk pengembangan SDM. Berbagai gebrakan pun ia hadirkan, salah satunya mengundang narasumber nasional dalam kegiatan-kegiatan di Tidore. Sewaktu soft launching SON Institute, ia pernah mendatangkan Putri Tanjung (sekarang staf khusus presiden Jokowi), Founder Creativepreneur Event Creator, pengusaha muda yang merupakan anak Konglomerat Chairul Tanjung. Tak kurang dari 100 peserta didik, kini terdaftar dalam database SON Institute. Meskipun targetnya belum sepenuhnya tercapai, Aison berjanji akan terus berupaya.
“SON Institute itu mulai 2016, setelah kita resign kerja dari Mahakarya, kita bale bikin SON Institute. SON Institute ini dia pe target awal itu tong mo bikin Kampung Inggris Indonesia Timur di Tidore, sementara untuk wilayah tengah dan barat itu di Pare, Kediri,” kisahnya.

Ide membangun kampung inggris ini menurutnya, mendapat support luar biasa dari lembaga-lembaga belajar yang ada di Pare. Kerjasama pun terjalin, SON Institute memfasilitasi lembaga-lembaga dari Kediri tersebut untuk survei ke Tidore dan Ternate. Dari hasil survei tersebut Tidore dinyatakan layak untuk dikembangkan kawasan Kampung Inggris Indonesia Timur.
“Torang so kerja sama deng beberapa lembaga belajar di sana dan dong mau support, kamari survei di Kelurahan Gambesi, menurut dorang tra memenuhi syarat. Tidore, cocok, karna menurut dorang Tidore masih kondusif. Jadi dong akan cari satu kampung yang nanti mo bikin jadi Kampung Inggris bagitu,” lanjutnya.
Gagasan-gagasan Aison lewat SON Institute kini semakin berkembang di Syukurdofu Indonesia. Sebuah wadah pengembangan potensi UMKM dan Ekonomi kreatif yang ia rintis.
Syukurdofu Sebagai Gerakan Kebudayaan
Syukurdofu seakan menjadi identitas Aison. Pria yang pernah kuliah di Fakultas Komunikas Universitas Paramadina Jakarta ini mengaku sengaja memilih nama Syukurdofu sebagai sebuah kampanye. Syukurdofu yang dalam bahasa Indonesia berarti terima kasih hendak didorongnya menjadi brand khas Maluku Utara. Berbagai media kampanye ia kembangkan. Kaos, topi, hoody hingga tumbler Syukurdofu pun ia produksi.

Ia mengungkapkan, bahwa ide awal brand Syukurdofu tercetus pada 2019, ketika ia mengikuti diskusi tentang pentingnya melestarikan bahasa Tidore. Syukurdofu baginya merupakan sebuah gerakan kebudayaan untuk membangun kebiasaan orang Tidore dan Maluku Utara untuk kembali mengucapnya, sebagai pengganti ucapan “terima kasih” .
Aison mengaku, saat ini pihaknya sedang mempersiapkan proposal event “Syukurdofu Culture Festival” yang akan diajukan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Syukurdofu Culture Festival diharapkan menjadi bagian dari program “Ketahanan Budaya” yang digagas oleh Kemendikbud RI. Rencananya kegiatan tersebut akan dilaksanakan pada 10 Juli hingga 15 November 2021.
“Sementara ini ada persiapan, torang ada pengajuan proposal ke Kemendikbud. Dalam waktu 1, 2 hari kedepan ini so di umumkan diseluruh indonesia, dia pe tema itu ‘Ketahanan Budaya’. dari situ Syukurdofu kase maso event “Syukurdofu Culture Festival” kalo dia lolos, nanti orang kementerian datang interview deng tanda tangan kontrak,” terangnya.
Saat ditanya mengenai target jangka panjang, Aison menjelaskan bahwa, Syukurdofu kedepan akan bertransformasi menjadi Yayasan Syukurdofu Indonesia (Syukurdofu Foundation) yang akan fokus pada kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan dan kesehatan.
“Syukurdofu ini pada akhirnya akan menjadi yayasan, Yayasan Syukurdofu Indonesia yang punya fungsi sosial. Yayasan itu tong fokus ke pendidikan dan kesehatan,” Jelasnya.
Syukurdofu, Pengembangan UMKM dan Ekonomi Kreatif
Di bidang Pengembangan UMKM dan sektor ekonomi kreatif. Syukurdofu saat ini sementara mengkaji gagasan UMKM Mart atau Syukurdofu Mart, yang bertujuan untuk memasarkan produk lokal (tidore) yang diproduksi oleh rekan-rekan UMKM yang ada di Tidore. Selain Syukurdofu Mart, pihaknya juga akan mengupayakan akses atas modal untuk UMKM. Model permodalan ini akan diperkenalkan pada pelaku UMKM dengan sistem bagi hasil, sehingga dapat merangsang UMKM untuk terus produktif sekaligus untuk menumbuhkan pelaku UMKM baru.

“Syukurdofu Mart itu didalamnya akan dijual semua produk lokal. Produk lokal yang torang jual itu, tong tra produksi. Justru yang produksi itu Galasi kreative, limbah kayu dan lainnya. Torang pe tugas membangun branding, pemasaran dan penjualan, tong bangun channel-channel distribusi setelah itu baru dibagn seperti toko-toko pada umumnya. Yang kedua, permodalan, jadi Syukurdofu nanti kase modal ke UMKM, dengan sistem bagi hasil. belajar dari event kemarin UMKM Festival, kedepan so trada lagi kase doi cuma-cuma, melainkan so deng kontrak kerja sama. misal kalau dalam event itu pemenang 1-3, pihak syukurdofu akan melakukan kontrak kerjasama dengan pemenang dalam kurun waktu 3 tahun sampai mandiri, dengan pembagian 70 % untuk UMKM, 30% untuk Syukurdofu. Jika masa kontraknya habis, tahun ke 4 harus so mandiri,” Jelasnya.
Syukurdofu UMKM Festival
Berbagai kegiatan pernah digagas Aison, salah satunya yang baru beberapa bulan yang lalu dilaksanakan adalah Syukurdofu UMKM Festival. Kegiatan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan UMKM dan Ekonomi kreatif di Tidore tersebut berkolaborasi dengan dinas terkait dan di sponsori oleh Bank Maluku Malut. Situasi pandemi yang kini melanda dunia tentu membuat pertumbuhan ekonomi kian melambat, sehingga sektor UMKM dan ekonomi kreatif tentu menjadi harapan baru ditengah tantangan kekinian.
Menurut Aison, terdapat tiga langkah utama dalam mengembangkan potensi UMKM dan sektor ekonomi kreatif di Tidore, yaitu melalui inovasi, kolaborasi dan adaptasi. Festival tersebut diikuti oleh 50 UMKM se-Tidore Kepulauan.
Menurutnya keberhasilan kegiatan tersebut bukan pada lancarnya kegiatan, namun sejauh mana kegiatan tersebut berdampak pada perubahan sektor UMKM dan ekonomi kreatif yang lebih baik kedepan. Rencananya kegiatan serupa akan kembali digelar pasca Idul adha nanti, tentu dengan konsep dan hadiah yang lebih menarik.

“Tujuan dari kegiatan kemarin itu titik beratnya lebih pada kolaborasi. bagaimana torang menghadapi masa sulit seperti pandemi sekarang ini yang mengancam ekonomi, mungkin trada jalan kaluar selain torang berinovasi, berkolaborasi dan bradaptasi. ternyata, torang baru baku tau dan baku saling kanal, ada potensi besar di sektor UMKM dan ekonomi kreatif yang harus dikembangkan,” lanjutnya.
Secara konseptual, Syukurdofu hadir sebagai wadah untuk mendukung UMKM dan ekoomi kreatif. Selain itu, Aison berencana agar Syukurdofu juga mampu memberi solusi permodalan untuk UMKM di Tidore , juga rutin melakukan pendampingan kepada mereka. Keberadaan Syukurdofu diharapkan menjadi jawaban atas semangat pegiat UMKM di Tidore.

Kedepan, ia mengharapkan peran aktif pemerintah daerah. Perhatian lebih harus diberikan kepada anak-anak muda. Sektor UMKM dan Ekonomi Kreatif saat ini memang lebih digandrungi oleh mereka. Setidaknya Kolaborasi antara pemerintah daerah dengan para pelaku ekonomi kreatif dan UMKM dapat terjalin sinergi. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dan diharapkan dapat menumbuhkan perekonomian di Tidore Kepulauan yang lebih baik.
“Memang ada hal-hal tertentu, pada usaha tertentu yang tra perlu campur tangan pemerintah, tapi ada hal lain juga perlu campur tangan pemerintah misalnya dalam pendampingan, anggaran dan lain sebagainya. Dengan demikian akan berdampak juga ke dinas terkait, karena tra semata-mata yang dong bikin itu buat torang pelaku UMKM saja. Kita tra minta banyak dari pemerintah, kita hanya inginkan kolaborasi, biar program pemerintah menjadi tepat sasaran,” tutupnya.
Dua kaleng kopi sudah habis, obrolan pun semakin seru dan mendalam. Pukul 01.00 dini hari, diskusi kami sudahi. Aison mengantar kami hingga depan pintu. Kami pun berpamit setelah mengucap Syukurdofu.
Reporter : Aalbanjar
Editor : Redaksi