Perwakilan Lefo Community, Widyasari, mengatakan pihaknya sejak tahun 2023, berkomitmen untuk terus mengampanyekan kesadaran akan lingkungan.
“Saya dan kawan-kawan dari Lefo community iberkomitmen memberi pesan akan cinta terhadap alam kita, karna secara data saya melihat ketimpangan yang terjadi secara langsung, bagaimana masyarakat menerima dampak kerusakan alam itu sendiri dan para elit di tidak sama sekali menyadari dampak kerusakan alam terutama ketika banjir melanda sebuah kawasan,” ungkap Widyasari.
Menurutnya, satu-satunya cara adalah melakukan penyadaran kepada masyarakat bahwa alam sangat berharga untuk dijaga bukan hanya untuk hari ini, tapi juga ke depan untuk anak cucu di masa depan dan masyarakat harus bersatu mempertahankan tanah leluhurnya.
Dalam diskusi tersebut, Aiya, Co-Founder Kangounga menceritaman cikal bakal terbentuknya brand Kagounga yang saat ini fokus mengembangkan produk Popeda Instan. Produk ini dilaunching pada Agustus 2024 lalu di Magazin Art Space, Benteng Orange, Kota Ternate.
Ia mengatakan, Maluku Utara memiliki potensi yang sangat besar selain dari sektor pertambangan.
“Kita punya banyak sumber daya alam yang dapat kita olah tanpa merusak alam, apalagi jika banyak anak muda di Maluku Utara berbondong-bondong menjadi Enterpreneur muda,” ujarnya.
“Katakanlah gaji di pertambangan angkanya dua digit, ketika kita mau bergelut dibidang Enterpreneur terutama UMKM lokal dan digeluti secara sungguh-sungguh, meskipun berdarah-darah diawal tapi percayalah, jika sudah settle kalian akan sangat amat dapat stabil secara finansial,” terang Aiya.
Sementra Ilham Akbar Abbas menjelaskan, dirinya tidak terpikirkan akan menggeluti usaha teh herbal asli Ternate tersebut, bermula dari kunjungan seorang teman ayahnya yang berkewenegaraan AS.
Dengan berbekal informasi yang ia punya terkait budaya dan kekayaan dari Maluku Utara, Ilham kemudian membangun perusahaan yang bergerak dibidang inovasi racikan teh herbal khas Ternate.
Ilham pun menambahkan, UMKM lokal juga ikut menjaga alam dan membuka lapangan pekerjaan untuk warga serta meningkatkan pendapatan petani.
“Kami mengambil langsung dari petani tanpa mencari harga murah, kami berani membayar dengan harga diatas karna kualitas yang kami cari,” ujar Ilham.
Adapun Fadrie selaku praktisi seni rupa, dalam diskusi tersebut memaparkan beberapa karya yang telah ia pamerkan di sejumlah kota di tanah air maupun mancanegara.
Salah satu karyanya bahkan berhasil di pamerkan di Swiss beberapa waktu lalu. Karya tersebut merupakan kritik terhadap daerahnya sendiri. Karena menceritakan kerusakan dan kerakusan yang dipelihara dan dirawat secara tersistematis.
“Saat saya memamerkan lukisan saya beserta rempah-rempah dari Maluku Utara di Swiss ada beberapa warga mancanegara bertanya : apakah ini dapat disentuh? Saya menjawab boleh bahkan boleh dicium aromanya, mereka terkesima dengan cengkeh dan pala,” jelas Fadrie.
“Saya langsung bilang, yang kalian kagumi ini sekarang ini lambat laun akan punah dan hilang karna hutan-hutan kami sedang dibabat habis-habisan, mendengar ucapan saya tersebut mereka ikut bersedih padahal mereka tidak ada keterikatan darah maupun budaya deng torang, negara lain takjub deng tong p alam tapi tong pe orang-orang sandiri yang kase ancor torang pe daerah,” ungkapnya.