Weda,- Masyarakat Halmahera Tengah tentu mengenal Taman Fagogoru, di taman tersebut berdiri tugu yang merupakan monumen peringatan kedatangan Bung Karno di Weda pada 1957. Sentranews.id berkesempatan mengunjungi taman tersebut, Jum’at 17 September 2021.
Bagi mereka yang sering melintas di sekitar Taman Fagogoru, pasti pernah menyaksikan pemandangan sekelompok pemuda yang nongkrong dan diskusi hingga dini hari. Para pemuda itu berasal dari berbagai komunitas kreatif di Halmahera Tengah. Tidak hanya diskusi, para pemuda itu seringkali menjadikan taman tersebut sebagai ajang mengasah kreativitas. Berbagai kegiatan kreatif lahir dan hadir di taman ini.
Hadirnya berbagai komunitas bukan tanpa sebab, salah satu sebab kehadiran pemuda-pemuda itu karena Gara-Gara Kopi, sebuah kedai kopi kecil yang berada di pojok Taman Fagogoru. Sudah sejak awal tahun 2021 kedai ini beroperasi dan menjadi tongkrongan milenial Weda. Di malam kedatangan kami, sedang berkumpul beberapa pemuda dari ragam komunitas, yaitu; GWSS (Gerakan Weda Sadar Sampah), Sea Soldiers, KPA Boki Moruru, Sanggar Kabata, Chuleyevo Dive Club (CDC), Weda Bikers Community dan yang lainnya.

Kedai yang menyediakan aneka jenis racikan kopi tersebut belum lama berdiri, seusai pelaksanaan kegiatan Kampung Milenial oleh Pemda bersama KNPI Halteng akhir 2020 yang lalu. Kami berkesempatan bersiskusi dengan Wawan, salah seorang pendiri kedai tersebut. Ia bercerita, bahwa ide mendirikan Gara-Gara Kopi berawal dari kegiatan Kampung Milenial. Suasana Kampung Milenial yang ramai dan menjadi ajang kreativitas pemuda Weda ternyata berhasil menginspirasi Wawan dan rekan-rekannya.
Dengan maksud melestarikan suasana Kampung Milenial, Wawan dan beberapa rekannya memutuskan membangun Gara-Gara Kopi. Nama Gara-Gara Kopi dipilih karena menurutnya gara-gara kopi, semua komunitas dapat duduk bersama dan saling bertukar ide.
Selain Wawan, hadir juga Baba dan Imam, rekan-rekan Wawan yang juga ikut membangun kedai Gara-Gara Kopi. Baba pun sedikit mengulas bagaimana mereka membangun kedai kopi ini. Ia menuturkan bahwa pasca kegiatan Kampung Milenial yang lalu, beberapa komunitas yang terlibat memang mendapat sedikit dana pembinaan dari KNPI Halteng, dari dana itulah kemudian dijadikan modal awal mereka dalam membangun kedai tersebut.
“Waktu selesai acara Kampung Milenial, waktu itu ketua panitianya Ka Bakir, torang dari komunitas dapat bantuan dari KNPI Rp. 1 juta untuk setiap komunitas,” tutur Baba.
Ia berkisah, dana yang mereka peroleh kemudian didiskusikan bersama Wawan dan Imam. Mereka lalu bersepakat untuk menggunakan dana tersebut sebagai modal membangun kedai kopi. Dengan segala upaya, meski dengan dana yang terbatas, mereka akhirnya berhasil membangun Gara-Gara Kopi.

“Dari dana 1 juta itu kita pres habis, bikin kursi meja, lampu-lampu dan modal bikin kopi, ya alhamdulillah jadi, karena keberanian teman-teman,” lanjut Baba.
Gara-Gara Kopi pun kini berkembang menjadi ruang bertemunya berbagai komunitas di Weda. Mulai dari diskusi biasa hingga merencanakan event komunitas masing-masing.
Di meja sebelah kami malam itu, sedang berkumpul anak-anak Weda Bikers Community, berkolaborasi dengan komunitas diving CDC yang tengah merencanakan agenda touring sekaligus wisata ke pulau Muor, 1 Oktober nanti. Pemandangan yang hampir setiap malam dapat kita temui di Gara-Gara Kopi.
“Kita ingin di sini (Taman Fagogoru) menjadi tempat kolaborasi semua komunitas, tidak hanya di weda, tapi semua komunitas di Halteng juga, kita berharap ini kedapan jadi Kampung Ekraf lah gitu,” ujar Baba.
Hal senada disampaikan Wawan, Ide Kampung Ekraf memang sedang digodok oleh mereka. Rencana menjadikan Taman Fagogoru sebagai pusat kreativitas Halteng terus didiskusikan. Ia menjelaskan, Taman Fagogoru saat ini sudah menjadi pusat kreativitas di Weda, pernah beberapa kali kegiatan komunitas di laksanakan di Taman tersebut.

“Disini pernah bikin penggalangan dana, pemutaran film lingkungan dan musikalisasi puisi, live music dan lainnya,” lanjut Wawan.
Perjalanan Gara-Gara Kopi sendiri tidaklah mulus. Berbagai kejadian sempat mereka alami, baik yang menyenangkan maupun yang menyebalkan. Hal itu diceritakan Imam menyambung cerita kedua rekannya. Ia menuturkan, pernah beberapa kali mereka mengalami teror yang entah dari siapa.
“Dulu di sini ada dua kedai, yang satu menyediakan kopi dan satu lagi menyediakan cemilan, pisang goreng dan lain-lain, waktu itu baru beberapa hari torang di sini, malamnya semua aman-aman saja, tapi pas pagi kabel-kabel lampu semua su dicabut, banyak lah yang torang alami,” tutur Imam.
Teror yang dialami tidak serta merta mengecilkan semangat mereka. Melalui komunikasi yang baik dan atas dukungan beberapa senior, keberadaan Gara-
Gara Kopi di Taman Fagogoru kini mulai diterima.
“Masyarakat disini mulai senang dengan keberadaan torang, karena torang disini sampe pagi, jadi ikutlah menjaga keamanan lingkungan disini,” tutup Baba.
Reporter : Mw
Editor : Redaksi