Oleh : Iskar Suma*
Sebuah benda mungil dan berbentuk segi empat, bisa ditaruh ke saku celana. Karena kecil, benda tersebut mudah dibawa kemana-mana. Di dalam benda itu, berisikan banyak hal tentang dunia yang kita tempati. Banyak hal yang dapat dilakukan dengan mudah dengan bantuan benda tersebut salah satunya berinteraksi dengan seseorang yang tidak sedang bersama kita. Asalkan benda itu terkoneksi dengan yang namanya jaringan.
‘Handphone’ merupakan salah satu bentuk dari perkembangan teknologi komunikasi, dan juga merupakan barang bawaan saat ini yang tak bisa dilepas oleh setiap orang. Tak pandang usia, baik muda mau pun tua. Kebiasaan ini membuat setiap orang mudah terjangkit penyakit ketakutan jika tidak membawa handphone. Ketakutan ini dapat dikaitkan dengan teori ‘Ketergantungan’ yang dicetuskan oleh Sandra Ball dan Malvin DeFleur. Implementasi dari teori ini bahwa pada jaman sekarang setiap orang mempunyai ketergantungan terhadap salah satu atau bahkan lebih pada aplikasi-aplikasi yang ada di dalam handphone karena mempunya kepentingan terhadap aplikasi dimaksud, itulah kenapa mereka enggan untuk meninggalkan benda tersebut.. Ketakutan itu juga bisa disebabkan karena jangan sampai kita ketinggalan informasi atau tidak up to date.
Pada era sekarang handphone juga telah dibuat sebagai wadah untuk membangun usaha atau usaha berbentuk jaringan. Sebagian juga menggunakan handphone sebagai alat untuk mengisi waktu luang seperti bermain Game Online, membaca berita online, dan juga untuk melihat gambar dan video. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan pengguna terbanyak Media Sosial. “Menurut data hasil riset yang dilakukan situs HootSuite dan agensi marketing pada januari 2020 yang dirilis KumparanTECH pada akhir januari 2021. Menurut data yang ditulis KumparanTECH tersebut. Menunjukkan bahwa, dari 47 negara yang dianalisis, indonesia berada di posisi 9. Dengan hasil presentase, rata-rata masyarakat indonesia menggunakan media sosial selama 3 jam 14 menit perharinya.
Jika pengguna media sosial terus meningkat setiap tahunnya. Maka ini bukan lagi menjadi masalah sepele. Terlebih lagi, hasil riset yang dilakukan Yahoo yang bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN). Menyimpulkan bahwa, di indonesia terdapat 64% pengguna media sosial adalah kaum remaja di usia 15-19 tahun.
Hal ini dapat merusak mental generasi penerus Indonesia. Jika mereka terlalu asik dengan handphone dari pada bersosialisasi dengan orang sekitar. Remaja yang telah terobsesi dengan handphone, akan mengakibatkan mereka tidak pandai bersosialisasi, bersifat masa bodoh dengan keadaan sekitar, buang-buang waktu dan terus bermalas-malasan.
Hal ini sering diistilahkan dengan perilaku phubbing. Phubbing adalah dua kata yang di padukan. Yaitu phone dan snubbing. Phone artinya handphone atau gadget, dan snubbing berarti melecehkan (Robert dan David, 2016).
Istilah ini diperuntukkan kepada orang-orang yang lebih senang berselancar di media sosial dari pada berkomunikasi dengan orang yang berada di hadapannya. Sehingga orang tersebut merasa tidak dihargai keberadaannya.
Hasil riset yang dilakukan McMaster University, Kanada, pada tahun 2016. Begitu pun dengan Studi University of Southern California, dan University California, Amerika Serikat, pada tahun 2018 lalu. Menyimpulkan bahwa, media sosial dapat memicu anak berperilaku implusif dan hiperaktif. Karena terlalu senang dengan dunia maya, membuat kita lupa dengan dunia kita yang sebenarnya. Membuat orang lebih mementingkan sesuatu yang ada di gawainya dari pada apa yang ada di sekitarnya.
Perkembangan teknologi komunikasi memang menuai banyak manfaat positif yang dirasakan setiap orang. Mempermudah orang berinteraksi tanpa alasan karena jarak, dan orang mudah mendapatkan informasi.
Akan tetapi, teknologi komunikasi tersebut juga bisa membawa dampak negatif jika kita tidak pandai menggunakannya. Pengaruh media sosial dengan tingkat kekerasan secara verbal saat ini sangat meningkat. Setiap orang punya kebebasan berkomentar tentang orang lain, dalam bentuk pujian atau pun cacian di media sosial. Tanpa berfikir, kita memainkan jari untuk mengetik kalimat yang bisa saja orang yang dikomentari terganggu secara psikologinya.
Untuk itu, kita harus lebih pandai dalam menguasai dan mengontrol diri kita agar tidak dibodohi oleh teknologi. Kuasai teknologi jangan malah kita yang dikuasai. Yang pada akhirnya. Janjian makan biar lebih mempererat hubungan. Namun, sesampainya di tempat makan, masing-masing menunduk dan asik memainkan gawainya.
Berdiam diri di rumah agar lebih akrab dengan keluarga. Akan tetapi di ruang keluarga masing-masing sibuk dengan handphone-nya. Merupakan kebiasaan buruk yang sepatutnya dihilangkan oleh generasi penerus indonesia. Karena hal demikian sangat bertentangan dengan kebiasaan orang Indonesia terdahulu yang dikenal dengan saling membantu dan suka bersosialisasi.
Agar supaya kita tidak terpapar virus berbahaya dari teknologi komunikasi. Atau yang sering di istilakan pecandu handphone, berperilaku phubbing, dan anti sosial. Khususnya para remaja, harus di bawah kontrol orang tuanya. Sering melakuan aktifitas yang tidak melibatkan gadget. Membaca buku cetak, terutama kaum pelajar. Belajar mengurangi waktu penggunaan gadget. Jika biasa bangun tidur langsung mencari gadget, mulai dari sekarang ganti dengan aktivitas lain.
*Penulis adalah pegiat literasi di Pilas Institute