Bogor – Peresmian Pasar Rakyat Citayam pada Minggu, 17 Agustus 2025, yang semestinya menjadi panggung simbolis kehadiran negara di tengah rakyat, berubah menjadi panggung kekecewaan.

Bupati Bogor yang dijadwalkan hadir pukul 11.00, tak kunjung menampakkan diri hingga akhirnya dikabarkan “balik kanan” tanpa alasan jelas. Puluhan warga Paguyuban SAPU yang sudah bersiap sejak pagi menilai sikap bupati sebagai bentuk lari dari tanggung jawab.

Sejak pukul 06.00, warga mulai menyiapkan atribut aksi: spanduk, banner, dan pengeras suara. Dari titik kumpul di Masjid Nurul Sa’adah, warga bergerak ke lokasi peresmian pasar dengan long march sambil membawa spanduk dan alat orasi.

Sekitar pukul 11.30, mereka tiba di depan Pasar Citayam dan langsung menggelar orasi. Tuntutan mereka sederhana: keadilan atas pembebasan lahan proyek Tol Desari 3 yang sejak 2022 menyisakan masalah ganti rugi. “Kami hanya ingin bupati mendengar langsung keluhan warga, bukan menghindar,” ujar salah satu koordinator aksi.

Ketegangan sempat terjadi saat warga mencoba masuk ke area utama pasar. Panitia peresmian dan petugas keamanan menghadang, hingga akhirnya dicapai kesepakatan agar warga menunggu di luar. Beberapa pejabat, termasuk Sekda Jawa Barat, Camat Bojonggede, dan Kapolsek Bojonggede, mendatangi massa untuk menenangkan suasana.

Harapan sempat muncul ketika Wakil Ketua Komisi II DPRD Depok, Baihaqi dari Fraksi PKS, menemui warga dan berjanji memfasilitasi dialog empat orang perwakilan dengan bupati. Namun janji itu buyar. Hingga pukul 14.00, sang bupati tak kunjung datang. Kabar yang beredar, ia memutuskan membatalkan kedatangan.

Kekecewaan pun memuncak. Setelah menunggu berjam-jam di bawah terik matahari, warga akhirnya membubarkan diri dengan perasaan dikhianati. “Hari ini terbukti, bupati tidak mendengar suara rakyatnya sendiri,” tegas salah satu anggota Paguyuban SAPU.

BACA JUGA   Bertindak Tidak Sopan dan Kerap Lakukan Kekerasan, Oknum Sekuriti PT Harita Nickel Dikecam Warga Kawasi

Ketiadaan bupati di acara ini menimbulkan tanda tanya besar. Di satu sisi, pemerintah daerah mengklaim pembangunan pasar sebagai bukti kepedulian terhadap ekonomi rakyat. Namun di sisi lain, mereka membiarkan warga yang tanahnya tergusur proyek tol tanpa penyelesaian layak. Ironi ini memperlihatkan jarak yang semakin lebar antara penguasa dan rakyatnya.

Reporter: Tim Sentra

Redaktur: M. Rahmat Syafruddin