Tidore,- Perkembangan teknologi digital yang semakin pesat, telah mendorong lahirnya berbagai tren bisnis baru termasuk bisnis digital branding.
Bisnis digital branding kini menjadi pilihan para pengusaha untuk mempromosikan jasa maupun produknya, terutama di era internet dan sosial media dewasa ini.
Untuk mengenal dan memahami seluk beluk digital branding, kru Sentra berhasil menemui salah seorang pelaku bisnis tersebut di Tidore, Rabu, 15 Desember 2021.

Muhammad Zulfikar Ismail (Izul), pemuda 27 tahun yang sudah beberapa tahun ini menggeluti bisnis digital branding. Berbekal pengalamannya selama kuliah di Makassar dan bekerja sebagai graphic designer di salah satu agensi iklan di Jakarta. Izul kemudian mencoba peruntungannya dengan mendirikan Meus di Tidore.
Kepada Sentra Izul menjelaskan bahwa Meus adalah sebuah perusahaan digital branding yang ia dirikan sejak tahun 2017, meskipun baru benar-benar aktif di 2020 karena kesibukannya. Ilmu dan pengalaman yang ia timba di kampus dan selama bekerja sebagai graphic designer coba ia aplikasikan melalui Meus. Boleh dikatakan Meus adalah satu-satunya perusahaan di Maluku Utara yang bergerak di bidang digital branding saat ini.
“Semula saya freelancer bidang desain grafis, bisa videografi, bisa juga editor,” ungkap Izul.
“Meus itu sebenarnya saya bangun dari 2017, cuma karna ada kepentingan lain jadi balik ke Makassar. Tahun 2020 pulang dan menetap di Tidore dan sampe skarang so legal, Meus bergerak di bidang jasa promosi,” jelasnya.

Awalnya Meus menawarkan jasa desain grafis, namun kini berkembang dan juga mengerjakan konsep digital branding. Menurut Izul, perkembangan internet dan media sosial pasti akan dimanfaatkan oleh para pengusaha untuk memasarkan produknya. Tentu upaya memasarkan tersebut membutuhkan promosi digital yang harus dikonsep secara profesional, baik desain logo brand, konten iklan, foto maupun video promosi dan yang lainnya.
Ditanya mengenai pilihan menggunakan nama Meus sebagai brand perusahaannya. Izul menjelaskan bahwa Meus berasal dari bahasa latin yang berarti “Aku”. Karena itu, Meus baginya adalah sebuah simbol eksistensi. Sebagaimana seorang manusia yang membutuhkan pengakuan.
“Saya pernah dengar salah dari satu pakar brand, dia bilang brand itu ibaratkan manusia, nama Meus ini saya ambil dari bahasa latin yang artinya aku. Meus ini saya ibaratkan dia manusia yang memang lahir, tumbuh, dan berkembang. Saya harap Meus ini nanti suatu saat bisa lebih besarlah,” terang Izul.

Karirnya di bidang desain grafis di Jakarta telah membuka mata Izul untuk lebih mengenal dunia digital branding. Ia mengaku penasaran mengapa di wilayah Indonesia Timur perkembangan digital branding terbilang lambat.
“Di Jakarta, saya pe pikiran tabuka, ternyata desain ini dia kayak ke konsultan marketing bagitu di perusahan, dia bisa menjangkau semua perusahaan, bahkan saya pernah kerjakan Pocary Sweet pe promosi dari segi iklan, baliho begitu, dong pe istilah itu digital agency. Marketing agency itu dia yang branding segala macam, cuma 1 agensi itu dia pegang dorang pe promosi segala macam,” terangnya.
Dengan Meus, Izul berusaha membangun sebuah digital agency dengan visi untuk menjangkau wilayah Indonesia Timur. Meskipun homebase Meus ada di Tidore, namun ia berharap marketingnya mampu menjangkau ke wilayah-wilayah Indonesia Timur seperti Makassar, Maluku, Manado, hingga Papua.
“Saya bafikir kiapa di Tidore, di wilayah timur bahkan Makassar waktu itu, cuma ada satu industri yang bergerak di bidang ini, apakah dia pe pasar belum ada atau orang pe mindset belum kesitu . Saya pikir, oke saya berani sudah buka di Tidore. Tapi saya pe visi itu di Indonesia Timur, karena saya 10 tahun lebih saya di Makassar, banyak link juga disana. Makanya saya bikin homebase di sini (Tidore), tapi marketingnya nanti saya menjangkau wilayah Indonesia Timur,” jelasnya.

Izul melanjutkan saat ini, perusahaan yang bergerak di bidang digital branding di wilayah Indonesia Timur sudah ada empat, tiga di Makassar dan satu-satunya di Maluku Utara adalah Meus di Tidore.
Khusus di Tidore, perkembangan industri digital sudah mulai disadari oleh anak-anak muda Tidore. Namun terkendala pada mindset masyarakat yang belum begitu mengenal digital branding secara luas. Namun Izul yakin sejalan dengan perkembangan teknologi lambat laun masyarakat akan berkembang dan mulai memanfaatkannya.
Oleh karena itu, menurut Izul pemerintah daerah harus berperan dalam memperkenalkan industri semacam ini secara profesional kepada masyarakat luas di Tidore dan Maluku Utara.
“Di Tidore pergerakan semangat anak-anak muda sebenarnya so lama untuk industri ini, cuma mungkin mindset berfikir kliennya belum sampai kesana. Makanya sekarang tong harus legal, karena tong pe kekuatan itu ada di pemerintah. Artinya torang bisa secara profesional kerjakan proyek dari pemerintah,” terang Izul.

Pernah mengenyam pendidikan di jurusan ilmu komunikasi Fisip Universitas Hasanuddin Makassar. Izul mengaku, ilmu design-nya itu banyak diperoleh dari himpunan mahasiswa jurusan di kampusnya ketimbang di dalam kelas kuliah. Sedangkan ilmu branding-nya ia peroleh di kuliah. Skripsinya sendiri mengangkat tentang personal branding Walikota Makassar.
Dalam mengerjakan sebuah proyek, baik itu design branding, grafis, video atau apapun yang berkaitan dengan branding, hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah briefing. Briefing diperlukan, agar apa yang diinginkan klien bisa diwujudkan oleh designer.
Untuk mengerjakan logo sebuah perusahaan misalnya, tentu membutuhkan riset, waktu yang diperlukan ketika mengerjakan sebuah project branding menurut Izul bisa 2-3 bulan bahkan lebih. Sedangkan untuk mengerjakan desain tak memerlukan riset dapat dikerjakan kurang dari sebulan.

“Waktu bikin Aison punya yang Syukurdofu itu saya scrafting sekitar 2 bulanlah. Kira-kira dia pe filosofi deng maksud apa, karna dia (Aison) pe semangat Syukurdofu ini kan betul-betul untuk membangun samua begitu, dari attitude sampai upaya mengganti kata thanks dengan Syukurdofu, saya bikin itu 2 bulan,” ungkapnya.
Proyek lain yang juga lama dalam pengerjaan adalah desain brand Cellebes Intisari Agro (CIA). Perusahaan yang bergerak di bidang agro ini ia kerjakan bersama rekannya di Jakarta. Izul mengaku, mengerjakan proyek ini selama tiga bulan lebih. Prosesnya dari sketsa hingga scrafting dalam bentuk digital dan aplikasinya.
Menurutnya, bagian paling sulit dalam sebuah desain adalah sketching, sebab dari situ dapat diketahui bentuk logo yang mampu merepresentasikan perusahan tersebut dan tentu membutuhkan riset melibatkan klien agar progresnya pun diketahui.
“Proses logo itu bukan bikin logo saja, tapi bagaimana bikin dia pe penempatan logo, bikin dia pe pedoman gitulah. saya bikin itu hampir tiga bulan, jadi dia kasih timeline, briefing, lalu torang pecahkan dalam bentuk sketch dulu dua minggu setelah jadi ada tiga pilihan logo baru presentasi,” jelasnya

“Setelah jadi baru drafting pa dia (logo) dalam bentuk digital, setelah proses itu baru baru masuk ke aplikasi-aplikasi samua, proses paling sulit itu di sketching, sketching ini cuma bagaimana mo tau dia pe bentuk, kira-kira bentuk ini dapat yang merepresetasikan apa dari dong pe perusahaan, nah itu tong harus riset semua,” lanjut Izul.
Disinggung soal harga, Izul mengaku bahwa masalah klien berbeda-beda, item-item desain pun beda sehingga tidak ada harga pasti dalam membuat sebuah desain. Harga untuk perusahaan dengan UMKM tentu juga berbeda.
Jika proyek yang dikerjakan sendiri harga yang dipatok berkisar di angka 7 juta bahkan bisa lebih. Namun terkadang ada klien yang memiliki keterbatasan anggaran tentu disesuaikan. Bahkan terkadang juga harga yang diberi tergantung pada lamanya waktu yang diminta konsumen.
“Dia pe masalah kan beda-beda dia pe item-item yang dong minta juga beda-beda, tidak ada harga pasti untuk itu. Kemarin waktu CIA itu bukan saya yang pegang full project jadi dikasih 5 juta, tapi kalo mungkin tong yang pegang full project mungkin diatas 7 juta,” jelas Izul.

Selain tingkat kerumitan yang berbeda-beda, faktor waktu pengerjaan juga menjadi dasar penentuan harga, kadang bisa menjadi mahal jika dikerjakan dalam waktu yang singkat. Dalam pengerjaannya, Meus menurut izul juga memperhatikan faktor originalitas karya. Hal tersebut juga baginya dapat mempengaruhi nilai proyek mengingat ia kadang harus membeli font yang digunakan dalam desain tertentu.
Adapun harga untuk wilayah Tidore atau UMKM menurut izul akan disesuaikan dengan kondisi. Sebab, kondisi UMKM di Tidore berbeda dengan kota lain.
“Di Tidore itu kadang kalo UMKM saya bilang, sudahlah 500 ribu pun akan tong bikin. Karena memang UMKM di Tidore ini kan tra sama UMKM di kota lain. Kemarin pada saat ikut UMKM Fest saya sampaikan 500 ribu itu tong bikin semua, apa yang ngoni butuh misalkan logo, atau yang bajual kopi tong bikin dia pe desain aproun, desain cup, desain apa samua itu 500 ribu so include semua bahkan ngoni pe menu so bikin. Jadi ngoni sisa bawa ini ke percetakan akan samua so jadi,” jelas Izul.
Menurut Izul, sejauh ini Pemerintah Kota Tidore Kepulauan sangat mendukung kehadiran UMKM bidang Industri digital mengingat industri ini tergolong baru di Tidore. Sehingga diperlukan penjelasan yang logis baik kepada masyarakat atau kepada pemda selaku pemangku kebijakan agar industri sejenis tumbuh dan berkembang lebih baik ke depan.
“Kemarin itu saya presentasi di Bapelitbang soal kampung rameang, tong ingin acara ini bukan cuma acara yang tiap tahun ada tapi orang tra inga. Torang ingin perkuat di visual dulu, misalkan event Kampong Rameang kemarin, jadi orang lihat logo itu akan dorang inga Kampung Rameang,” lanjut Izul.
Saat ini Meus juga terlibat dalam perumusan City Branding Tidore. Izul mengaku belum lama ini ia bersama beberapa rekan komunitas termasuk dari Sentra, telah menyampaikan presentasi mengenai konsep City Brand kepada Sekda Kota Tidore.
“Beberapa waktu lalu torang ada presentasi deng pak sekot terkait City Brand. Insyaa Allah misalkan kalo jadi City Brand ini, tong juga akan terlibat. Meus di bagian visual digital, dari desain hingga visual-visual yang terpampang di sudut-sudut Kota Tidore Insya Allah Meus yang handle,” terangnya.
Izul berharap semoga industri digital branding di Tidore semakin berkembang. Baginya, industri kreatif sangat diperlukan. Jika banyak industri kreatif tumbuh dan berkembang, maka Tidore tidak akan pernah kehabisan orang-orang kreatif dalam membangun kota ini ke depan.
Reporter : Aalbanjar
Editor : Redaksi