Penjelasan tentang “Air” juga dikemukakan oleh James J. Fox, ia menyatakan kesamaan pandangan tentang ‘Simbolisme Air dalam Masyarakat Austronesia’, bahwa Air seringkali dimaknai secara metafora oleh sebuah tradisi, Air adalah pelambangan dari kehidupan, keturunan dan sebuah berkah.

Itu artinya, meletakkan Air di atas meja pada malam tertentu bukan sekadar sirkulasi oksigen atau hidrogen dalam ilmu kimia, tapi ia adalah sebuah pernyataan simbol kebudayaan, sebuah gestur penghormatan. Kemurniannya diharapkan menjadi solusi dari kekuatan negatif yang mungkin saja menghampiri rumah. Anda akan menemukan sebuah organisasi sosial, yang digambarkan melalui penghayatan dan pernyataan simbolisme “Air” ini.

Dalam kepercayaan kuno “malam Jumat” atau Kamis malam, merupakan gerbang yang memungkinkan dua alam saling berhubungan secara harmonis, sehingga orang-orang dulu meyakini, bahwa waktu ideal melaksanakan sebuah ritual adalah di malam Jumat, ini bukan sebuah kebetulan, tapi sebuah keyakinan yang lebih tua dan lebih dahulu hidup di hampir seluruh penjuru Indonesia, termasuk Maluku Utara. Sebelum Islam, orang-orang dulu meyakini bahwa, letak peralihan waktu, seperti senja atau pada malam hari, adalah ‘gerbang’ di mana para roh sangat aktif dan sangat dekat dengan kehidupan manusia.

‘eh,.. so magrib capat masok rumah mau setang tangkap pa ngoni?’ ini adalah sebuah frasa kalimat dengan dialek Maluku Utara, yang seringkali dilontarkan oleh para orang tua untuk anak-anak mereka yang bermain hingga waktu senja. Kalimat ini, sejatinya termuat makna paling klasik tentang sebuah perhelatan kosmologi, di mana seseorang harus benar-benar menghormati sebuah pergantian waktu dan ia harus meyakini, bahwa setiap pergantian waktu ada kekuatan supranatural yang berada di luar fungsi kontrol, datang dan mencoba masuk dalam dunia manusia.

BACA JUGA   Ekonomi Kreatif, Ujung Tombak Generasi Emas Indonesia

Berbeda dengan konteks Islam: Malam Jumat dan juga hari Jumat, adalah waktu yang dimuliakan, umat Islam sangat dianjurkan pada waktu-waktu itu untuk memperbanyak zikir dan shalawat, sholat dan doa, karena umat Islam percaya dalam teks agama mereka, waktu-waktu itu pintu-pintu langit terbuka menghendaki setiap manusia untuk berhubungan langsung dengan Tuhannya. Maka, biasanya malam Jumat sering digunakan untuk melakukan ritual keagamaan sebagai bentuk pengejawantahan spiritual. “Amal-amal manusia diperiksa di hadapan Allah dalam setiap pekan dua kali, yaitu pada hari Senin dan hari Kamis…” (Hr. Muslim). Dasar inilah yang menjadikan umat Muslim menganggap, bahwa yang dimaksudkan Nabi Muhammad dengan hari Kamis adalah malam Jumat dalam hitungan Masehi, sebab pergantian waktu menurut kalender Hijriyah, waktu baru dimulai ketika Matahari terbenam!

Segelas Air, harusnya dipahami sebagai bentuk penghormatan atau suguhan dalam sebuah acara untuk makhluk astral tak kasat mata para arwah (dalam pandangan klasik Pra-Islam), atau sebagai pernyataan simbol anasir Air dalam penciptaan manusia (dalam pandangan mistisime Islam). Menurut hemat penulis Air yang diletakkan di atas meja di malam Jumat itu adalah sebuah peringatan dan alarm bagi penghuni rumah untuk mengingat kembali tentang hakikat dirinya dan bagaimana dia harus melewati kehidupan di dunia dan kehidupan yang panjang setelah mati. Tradisi ini, merupakan tindakan sopan santun secara kosmis dalam kepercayaan sebagian orang Maluku Utara.