Warga Bogor Bayar Mahal untuk Air Curian

Oleh:

Arifin Muhammad Ade (Aktivis Lingkungan, Penulis Buku Narasi Ekologi)

Konstitusi mengamanatkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Nyatanya, masih banyak yang dikuasai mafia. Fenomena ini telah berlangsung cukup lama, terutama di Bogor yang terkenal dengan sebutan “Kota Hujan”.

Di balik jeriken dan tangki air yang tampak biasa, tersembunyi praktik bisnis kotor: pengambilan air tanah secara ilegal yang tak memiliki izin resmi, tanpa pengawasan kualitas, dan tak membayar pajak kepada negara. Warga yang tak memiliki pilihan lain akhirnya menjadi korban, dipaksa membeli air dengan harga selangit, tanpa tahu dari mana asalnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena pengambilan air tanah secara ilegal di Kota Bogor kian marak, terutama di kawasan desa Ciburayut, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor. Di kawasan tersebut setidaknya terdapat kurang lebih 16 lokasi pengisian yang patut diduga belum dan bahkan tidak memiliki izin pengusahaan air tanah (SIPA).

Modusnya sederhana; para pelaku – yang disebut “pengusaha air ilegal” – melakukan pengeboran sumur yang dalam tanpa mengantongi izin lingkungan maupun teknis. Air tersebut lalu dikemas dalam tangki, drum, atau galon, dan dijual ke berbagai konsumen.

Praktik ini bertentangan dengan berbagai peraturan, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, yang menyatakan bahwa pemanfaatan air tanah harus berdasarkan izin dan memperhatikan daya dukung lingkungan. Namun, lemahnya pengawasan dan ketegasan dari pemerintah daerah membuat praktik ini dibiarkan begitu saja.

Selain itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air secara tegas menyebutkan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Maka, dengan membiarkan pengusaha air ilegal beroperasi, pemerintah justru sedang menafikan hak dasar warga untuk mendapatkan air yang adil, aman, dan terjangkau.

BACA JUGA   Erwin Umar: Figur Pemimpin Perubahan yang Merangkul Aspirasi Muda

Pertama, pemerintah harus segera mengidentifikasi dan menutup seluruh sumur bor ilegal yang digunakan untuk kepentingan komersial. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk satuan tugas bersama antara Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, dan aparat kepolisian.

Kedua, penguatan infrastruktur distribusi air PDAM mutlak diperlukan. Pemerintah daerah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk memperluas jangkauan layanan air bersih, terutama di wilayah padat penduduk.

Ketiga, partisipasi masyarakat juga sangat penting. Warga perlu diberikan edukasi tentang hak-haknya atas air bersih dan pentingnya menjaga sumber daya air secara kolektif. Kampanye publik, pelaporan warga, dan gerakan komunitas bisa menjadi pendorong perubahan yang signifikan.

Terakhir, pengusaha air ilegal harus dikenai sanksi tegas. Bukan hanya penutupan usaha, tetapi juga denda dan ancaman pidana sesuai hukum yang berlaku. Karena bagaimana pun, praktik bisnis air ilegal yang terjadi sampai hari ini, menyangkut hajat hidup orang banyak.

Just a moment...