Haltim – Desa Soa Sangaji dan Soa Laipoh di Kecamatan Kota Maba, Kabupaten Halmahera Timur mengalami krisis air bersih karena diduga akibat aktivitas pembuatan jalan yang dirancang khusus untuk kegiatan pengangkutan material berat (Hauling) PT. ANTAM.
Ketua Umum Himpunan Pelajar Mahasiswa Mabapura (HPMM), Baswan Latawan, kepada Sentra mengaku bahwa krisisnya air bersih disebabkan oleh warna air sungai Romonli mulai berwarna kecokelatan, yang merupakan salah satu sumber air bersih yang dimanfaatkan bagi masyarakat di kedua desa tersebut untuk keperluan rumah tangga. Karena itu, sejumlah warga akhirnya pergi mencari tahu penyebab yang membuat air sungai Romonli berubah warna.
“Sungai yang dulu bening kini berubah menjadi saluran lumpur, sehingga sejumlah warga kemudian pergi mencari tahu penyebab dari cokelatnya sumber air yang selama ini diandalkan pada sebuah penampung air yang berjarak 4 sampai 5 kilometer dari pemukiman,” jelasnya, Senin (9/6).
Setelah memeriksa, lanjut Baswan, para warga ternyata menemukan fakta yang memilukan, bahwa sumber air mereka tercemar atas aktivitas pembuatan jalan hauling selebar 40 meter, membentang lembah air, yang berjarak sekitar 2 kilo meter dari penampungan air.
“Proses pengerukan tanah dan pembukaan jalan untuk alat berat yang membentang, membuat aliran lumpur dan limbah masuk dalam penampungan air tanpa pengendalian yang layak. Ini bukan sekedar gangguan teknis tetapi ini bentuk nyata perampasan hak atas air bersi,” tegasnya.
Ia menegaskan agar audit lingkungan harus dilakukan secara terbuka, sebab menurutnya warga berhak tahu.
“Negara harus hadir sebagai pelindung, bukan penonton dan turut terlibat atas kehancuran yang perlahan menggorogoti hulu kehidupan mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan, kehadiran perusahaan tambang di kabupaten Halmahera Timur sangat mengancam keberlangsungan ruang hidup masyarakat atau dengan kata lain ialah bencana yang di poles dengan jargon ‘pembangunan’.
“Alih-alih mendatangkan kesejahteraan, ini malah menciptakan malapetaka bagi ekosistem dan kehidupan masyarakat. Kami menduga peristiwa ini tidak lain dan tidak bukan adalah keterlibatan atau ulah dari PT. SDA (Sumberdaya Arindo ) dan PT. FERRO NIKEL (FENI) selaku pemegang IUP,” ungkapnya.
Mahasiswa Teknik Elektro Unkhair Ternate ini juga menuturkan, kehadiran perusahaan tambang benar-benar memaksa masyarakat hidup dalam penderitaan.
“Keruhnya sumber mata air warga ini mencerminkan ancaman besar kepada masyarakat desa Soa Sangaji dan Soa Laipoh bahwa kedepan akan lebih bengis lagi dampak yang akan ditimbulkan oleh industri ekstraktif,” tegasnya.
Ia juga meminta agar, Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan pihak Perusahaan harus mempertanggungjawabkan semua bentuk kerusakan yang telah dilakukan oleh investasi Pertambangan.
“Audit lingkungan harus dilakukan secara terbuka, warga berhak tau dan harus di lindungi. Jangan seolah-olah lepas tangan lalu membiarkan sesuatu yang jelas-jelas mengancam kehidupan masyarakat.” tukasnya.
Reporter : Tim Sentra
Editor : M. Rahmat Syafruddin