Oleh:
Dr. Abdul Motalib Angkotasan, S.Pi, M.Si (Dosen Universitas Khairun)
Politik adalah seni memainkan kemungkinan kemungkinan “The Art of Possible”. Komunikasi politik dibangun dalam suatu konsolidasi untuk kemenangan. Skema komunikasi dengan persuasif berbasis nilai adalah pembelajaran yang apik.
Pragmatisme dalam politik tidak ada salahnya, karena suatu kontestasi akan berujung pada menang atau kalah. Namun insan akademis patut menentukan positioning, apakah memilih atas dasar nilai atau pragmatisme. Seperti apa yang disampaikan oleh Maciavelli, kemenangan politik adalah ujung dari proses politik. Menghalalkan segala cara untu mencapai kemenangan adalah sebuah keniscayaan.
Moral dan etika politik
Adat dan adab dalam dialektika politik sudah pasti terbaikan atas nama kepentingan. Sejatinya akademisi yang menjunjung tinggi integritas keilmuannya, memilih atas dasar pilihan yang rasional. Dari rekam jejak personal hingga jejak kepemimpinan sang calon. Moralitas adalah urusan otonom dalam diri setiap insan. Sebagai akademisi kiranya punya moral personal yang tercermin dari kata dan perbuatannya.
Senat Unkhair telah menentukan pilihan, menjaring tiga calon rektor untuk diusulkan ke tahapan pemilihan berikutnya. Civitas akademika Universitas Khairun tentu berharap agar ke depannya, pilihan setiap senator didasarkan pada nilai-nilai etik, adat, adab dan menjunjung moralitas personal. Semoga ke depan terpilih Rektor Unkhair yang bisa membersamai semua orang. Membawa Unkhair terbang tinggi menjadi terdepan di Indonesia Timur dan go internasional.
Suara sumbang
Banyak sekali narasi skeptisisme muncul di tengah kontestasi Pilrek Unkhair. Mulai dari upaya mempertahankan status quo, sampai narasi bermuatan logical fallacies. Semuanya itu sesungguhnya menunjukan wujud kecintaaan seluruh civitas akademika pada Universitas Khairun dan harapan besar terpilihnya pemimpin hebat untuk kejayaan kampus kuning Maluku Utara.
Realitas politik
Keenam calon yang ada dalam kontestasi Pilrek adalah putra-putri terbaik Universitas Khairun dan Maluku Utara. Kita patut berbangga dan memberi apresiasi yang tinggi atas ikhtiar politik yang telah diperjuangkan. Namun realitas politik kadang tak memuaskan hati semua orang. Telah terpilih tiga putra terbaik Unkhair untuk proses pemilihan berikutnya.
Sebagai insan yang rasional, kita patut menerima kenyataan ini.
Kampus milik bersama.
Siapapun rektor yang akan terpilih nanti memimpin Unkhair, adalah pemimpin kita semua. Sebagai civitas akademika, kita bertanggungjawab untuk mendukung dengan apa yang bisa kita lakukan. Jika di kemudian hari ada hal-hal yang dirasa kurang, kita wajib mengkritisi dan memberi masukan. Harapannya, siapapun yang nantinya menjadi rektor seyogianya mau mendengar kritikan dan masukan yang disampaikan. Pasalnya, pemimpin yang hebat adalah pemimpin yang mau mendengar, mau membuka hati dan mau merasa.
Kebijaksanaan politik tercermin dari keluasan hati kita untuk menerima fakta politik sebagai suatu hasil yang sekalipun berlawanan dengan harapan dan ekspektasi kita. Unkhair adalah rumah besar kita semua.