Jakarta – Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) memaparkan hasil survei bacapres untuk Pemilu 2024. Dari hasil survei tersebut menunjukkan bahwa Bacapres Anis Baswedan unggul jauh dengan angka 42% dari capres lainnya.
Sebagaimana dilansir melalui laman youtube SMRC TV pada tanggal 21 September dalam program “Bedah Politik bersama Saiful Mujani” episode “Kelompok 212 dan Pilpres 2024” , pendiri SMRC Prof. Saiful Mujani mengemukakan hasil temuan survei pada tanggal 31 Juli – 11 Agustus 2023. Jum’at,(22/9).
Pendiri SMRC Prof. Saiful Mujani menjelaskan bahwa mula-mula gerakan 212 terjadi di Jakarta pada 2 Desember 2016, Demonstrasi dilakukan secara besar-besaran, damai, tertib dan aman. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sesuatu yang penting untuk kebebasan dan demokrasi di Indonesia.
Tuntutan utama dari demonstrasi itu adalah agar Basuki Thahaja Purnama atau Ahok dipenjara. Menurut Saiful, gerakan 212 tersebut cukup sukses terlepas kontroversi hukumannya.
Namun sukses ini kemudian merembet ke gerakan politik berikutnya. Gerakan ini terlibat atau engage dalam Pemilu 2019. Para pendukung atau setidak-tidaknya elit gerakan 212 pada waktu itu mendukung Prabowo. Saat ini belum ada tanda-tanda kemana keberpihakan kelompok 212.
Merujuk data survei SMRC pada tanggal 31 Juli-11 Agustus 2023, terdapat 44 % publik yang tahu atau pernah mendengar gerakan atau Aksi Bela Islam 212 dan yang tidak tahu 56 %.
“Gerakan ini cukup populer, dalam pengertian banyak orang yang tahu,” jelas Saiful.
Dari 44 % yang tahu, sebanyak 38 % setuju atau mendukung gerakan 212 tersebut. Sedangkan publik tidak setuju atau tidak mendukung 52 % dan tidak jawab 10 %. Sementara dari yang tahu, sebanyak 4 % menyatakan pernah datang atau ikut serta dalam aksi 212 tersebut, 92 % tidak ikut, dan 3 % tidak menjawab.
Saiful menyatakan bahwa publik yang mendukung gerakan ini cukup banyak, sekitar 16 sampai 17 % populasi atau sekitar 30 – 35an juta orang. Karena itu, menurut Saiful, kalau ada klaim bahwa gerakan ini besar dan mewakili jumlah masyarakat yang besar, hal itu beralasan.
“Itu kekuatan yang, menurut saya, besar. Dan saya kira belum ada demo yang sebesar itu, kecuali demonstrasi untuk menjatuhkan Soeharto, sementara demo 212 relatif tertib. Kalau ada klaim demo 212 itu diikuti dua jutaan orang, itu masuk akal.” jelas Saiful.
Saiful menambahkan, mereka yang mendukung gerakan 212 tersebut preferensi calon presidennya dari yang tahu gerakan 212 sebanyak 26 % memilih Anies, 35 % Ganjar, 32 % Prabowo, dan tidak jawab 7 %. Sementara yang tidak tahu gerakan tersebut, 16 % memilih Anies, 36 % Ganjar, 35 % Prabowo, dan tidak jawab 13 %.
Saiful menjelaskan bahwa dalam hal tahu atau tidak tahu gerakan 212, variabel ini tidak punya efek pada pilihan presiden.
“Faktor tahu terhadap gerakan 212 tidak berpengaruh pada pilihan presiden,” kata Saiful.
Sementara dari yang setuju atau mendukung gerakan 212, 42 % mendukung Anies, 35 % mendukung Prabowo, hanya 18 % memilih Ganjar, dan masih ada 4 % tidak menjawab. Sebaliknya, dari yang tidak mendukung gerakan tersebut, 51 % mendukung Ganjar, 30 % Prabowo, hanya 14 % Anies, dan 5 % tidak jawab.
Pola serupa terjadi pada kelompok yang pernah ikut gerakan 212, 43 % mendukung Anies, 35 % Prabowo, hanya 16 % memilih Ganjar, dan masih ada 6 % tidak jawab. Sedangkan dari yang tahu tapi tidak pernah ikut gerakan tersebut, 37 % memilih Ganjar, 32 % Prabowo, 25 % Anies, dan masih ada 6 % yang belum menjawab.
Saiful menjelaskan bahwa Anies belum pernah mendapat dukungan sebesar 42 % publik secara nasional dalam pelbagai survei. Namun di kalangan pendukung aksi 212, dia bisa mendapatkan angka dukungan sebesar itu.
Data ini menunjukkan bahwa dukungan massa 212 yang setuju dengan gerakan lebih condong memilih Anies dibanding Prabowo. Sementara dukungan pada Ganjar dari komunitas ini relatif sangat lemah.
“Gerakan 212 tersebut memiliki efek signifikan pada pilihan presiden. Jadi umumnya pendukung gerakan 212 itu, kalau tidak ke Anies, ya ke Prabowo,” simpulnya.
Saiful mengatakan, bahwa data dari pelbagai survei menunjukkan Prabowo dan Ganjar paling potensial lolos ke putaran kedua.
“Jika calon presiden hanya ada dua, Prabowo berhadapan dengan Ganjar, umumnya pendukung gerakan 212 memilih Prabowo. Dari yang setuju atau mendukung gerakan 212, 59 % memilih Prabowo, 29 % Ganjar, dan 11 % yang tidak jawab,” ungkapnya
Data ini, menurut Saiful, cukup konsisten. Walaupun elit 212 belum mengambil keputusan resmi, tapi massa pendukungnya di tingkat bawah sudah memiliki preferensi politik.
“Walaupun keputusan resmi dari elit 212 belum keluar, namun massa pendukung 212 di tingkat bawah cenderung memilih Anies dan Prabowo. Jika Anies tidak masuk ke putaran kedua, dan yang masuk adalah Ganjar melawan Prabowo, mayoritas pendukung 212 akan memilih Prabowo. Sebaliknya, yang tidak mendukung gerakan 212 cenderung akan mendukung Ganjar Pranowo,” pungkasnya.
Saiful menambahkan bahwa data ini valid dan sesuai perkiraan banyak orang. Gerakan 212 dibangun untuk menjatuhkan Ahok dengan efek ingin mengalahkan Jokowi di Pilpres 2019 dengan mendukung Prabowo. Walaupun Prabowo ada di kebinet pemerintahan sekarang dan menjadi anak buah Jokowi, namun, menurut Saiful, pemilihnya lebih mencerminkan oposisi terhadap pemerintah.
Survei ini mengambil sampel basis 3710 responden dipilih secara random (stratified multistage random sampling) dari populasi dengan jumlah yang proporsional. Oversample dilakukan di provinsi-provinsi kecil minimal menjadi 100 responden, sehingga total sampel secara nasional menjadi 5000 responden. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 4260 atau 85%. Sebanyak 4260 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan jumlah sampel tersebut secara nasional diperkirakan +/- 1.65% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi stratified random sampling.
Reporter : Dul