Jangan Jadi Pengusaha

0
560

Oleh:

Muhammad Tabrani Mutalib, SH. MH, CML, CPCLE

Banyak orang ingin menjadi pengusaha (entrepreneur). Namun yang tidak mereka sadari adalah begitu banyak pula orang tidak memiliki mindset entrepreneur. Tidak semua orang merasa cocok dan punya daya tahan berjalan di jalan bisnis sebagai seorang pengusaha.

Merujuk pengalaman pribadi penulis yang merasakan sendiri bagaimana mendirikan dan menjalankan sebuah badan usaha, khususnya badan usaha berbentuk firma di bidang pelayanan jasa hukum. Firma hukum pertama yang mengantongi Surat Keterangan Terdaftar dari Kementerian Hukum dan HAM di wilayah Maluku Utara. Karena itu, menjadi pengusaha  tidak semudah mengikuti seleksi menjadi pegawai pemerintah atau karyawan di perusahaan.

Sering dikatakan bahwa jalan bisnis adalah jalan spiritual yang membutuhkan kekuatan dari dalam diri, apakah itu belief system atau apapun istilahnya dan tetap membutuhkan dorongan mindset yang amat sangat kuat sebagai bahan bakarnya. Karena ketika memilih dan memulai jalan bisnis, kita akan merasakan hantaman-hantaman situasi dan keadaan sulit. Kita akan menghadapi pengalaman baru seperti berurusan dengan pajak, perizinan, laporan laba rugi, aturan-aturan, market riset, membaca curuk pasar, belajar marketing, branding, dan yang lainnya yang semuanya harus kita urusi dan harus terkonsep.

Bagitu banyak tantangan bahkan tumbukan yang amat keras di dalam dunia bisnis, sehingga menjadi pengusaha bukan hal mudah bagi banyak orang, tetapi sebaliknya bagi para pengusaha, bisnis hanyalah sebuah permainan yang menarik sekaligus menantang.

Jalan Cadas Berbatu

Kevin O’reilly salah satu CEO di USA yang sangat terkenal. Saking terkenalnya ia pun dijuluki celebtrities CEO. Dalam suatu wawancara ia pernah ditanya tips apa untuk orang-orang yang ingin jadi pengusaha? Ia mengatakan jangan jadi pengusaha kalau tidak bersedia untuk gagal berkali-kali! Karena menjalankan bisnis itu susah. Kita akan gagal berkali-kali dan setiap kegagalan rasanya pahit sekali.

Menurut O’reilly hanya sepertiga dari total wirausahawan yang bisa tetap bertahan dan berhasil, sedangkan seperduanya bubar karena tidak punya daya tahan. Dari pernyataan O’reilly, dapat disimpulkan bahwa jalan bisnis itu susah, suatu jalan cadas berbatu berkelok-kelok, penuh tanjakan maupun turunan, karena itu butuh bertahun-tahun untuk berhasil. Kalau bisnis itu mudah semua orang tentu akan jadi pengusaha. Semua orang akan memilih jadi pengusaha ketimbang mewakafkan hidupnya bekerja sebagai pegawai pemerintah dan hidup pas-pasan karena itu.

Oleh karena menjadi pengusaha itu sukar, maka perlu modal utama yaitu powerfull mindset untuk menjalaninya. Mentalitas pengusaha yang harus dimiliki adalah jangan pernah sekali-kali berfikir menjadi pengusaha karena berharap kaya, pengusaha itu justru tidak kaya terutama di awal-awal merintis usanya, artinya ada cara lain untuk kaya, tidak harus jadi pengusaha.

Ketika usaha mulai berjalan dan uang mulai masuk, terlebih dahulu harus dipotong liabilities seperti biaya produksi, operasional, gaji karyawan kalo ada karyawannya, pajak, dan lainnya. Pokoknnya semua pihak dibayar terlebih dahulu baru sisanya menjadi bagian sang pengusaha yang merupakan orang terakhir yang dibayar di ujung rantai itu. Selama bisnisnya sehat dan runway-nya panjang, selama itu tidak akan jadi masalah.

Namun berdasarkan pengalaman pribadi penulis dalm merintis usaha, biasanya runway rintisan awal bisnis tidak panjang. Sehingga setiap kali pengusaha berhasil membayar kewajiban-kewajibannya, ia akan sangat bersyukur karena usahanya bisa survive. Jangankan mengembangkan usaha, menyelamatkan usahanya agar tetap bertahan saja sudah luar biasa. Hal seperti itu tidak pernah dipikirkan atau diresahkan oleh mereka yang hanya bekerja untuk orang lain (employee), psikologinya berbeda, mereka tidak memiliki feeling bertanggungjawab untuk menyelamatkan perusahaan. Dalam kepalanya, bekerja dan mendapatkan gaji dari hasil kerjaan itu, that’s it!

Maka dari itu, ilusi bahwa menjadi pengusaha untuk menjadi kaya harus dipikirkan kembali sebelum seseorang memutuskan menjadi pengusaha, karena menjadi kaya banyak caranya, bisa dengan korupsi, judi, lotre atau main crypto  agar kaya dengan cepat. Sedangkan menjadi pengusaha tidak seperti itu. Menjadi seorang pengusaha itu jalannya panjang, jalan pengusaha bukan skema cara cepat menjadi kaya!

Dalam perjalanan usaha itu selalu dihadapkan pada turbulensi yang disebabkan oleh banyak faktor baik eksternal maupun internal. Turbulensi dalam mengelola bisnis itu hal yang biasa, seperti pilot mengendalikan pesawat ditengah badai, oleh karena itu hanya orang-orang yang bermental baja yang bisa bertahan, siapa yang tidak kuat akan jatuh.

Misalnya kadang bisnis berjalan baik dan mnguntungkan di tahun pertama dan kedua, kemudian malah merugi di tahun ketiga, konsekuensinya ialah runway usaha makin pendek. Apalagi menghadapi suatu situasi yang semua orang belum pernah mengalami seperti covid-19 kemarin, usaha yang tumbuh terlalu cepat akan menghadapi suatu turbulensi yang hebat karena pukulan keras tersebut. Sebaliknya misalnya usaha dibidang startup, dalam situasi covid-19 justru malah meningkat profitnya dan malah merugi pasca covid, akhirnya terpaksa melakukan  penghematan dengan cara mem-PHK sebagian karyawannya.

Bisnis yang tumbuh terlalu cepat juga rapuh. Hal Itu bahkan pernah terjadi pada giant company seperti microsoft, apple, facebook, nike dll. Bisnis besar seperti itupun bisa mengambil keputusan-keputusan yang salah seperti juga para pengusaha kecil. Perusahaan sebesar Google saja hampir tiap hari masih mengalami krisis.

Just a game, but not for everyone!

Pendiri Gojek, Nadim Makarim yang saat ini menjadi Menteri Pendidikan RI pernah berkata bahwa ‘what goes up must come down and what goes down must come up’. Memang bisnis seperti itu turun naik.

Jadi mengingat bahwa semua entrepreneur punya pola pikir seperti itu, maka dunia wirausaha itu memang tidak untuk semua orang atau tidak semua orang bisa nyaman dengan situasi seperti itu, orang yang suka menghindari resiko dalam hidupnya tidak cocok menjadi pengusaha. Mereka lebih cocok jadi employee atau self employee. Bagi mereka bisnis ini hidup dan mati, karena itu sangat berisiko sehingga harus dihindari, sebaliknya bagi pengusaha justru itu harus diurai dan dipecahkan.

Persoalan uang bagi pengusaha dan investor hanya soal permainan (it’s just a game) seperti bermain monopoli, karena hanya permainan maka harus dinikmati dengan tools berupa segala pengetahuan teknis terkait permainan tersebut. Semua pengetahuan tersebut harus dipelajari agar meminimalisir perumusan keputusan maupun deal-deal bisnis yang keliru. Itulah kenapa pengusaha besar mempekerjaan akuntan, konsultan pajak, lawyer dan para spesialis untuk membantu mereka membuat keputusan yang tepat serta deal yang menguntungkan.

Jadi pengusaha bekerja secara gratis, sedangkan employee bekerja untuk dibayar. Maka mindset-nya yang harus dirubah. Kita ingin jadi pengusaha bukan ingin kaya, tapi karena ingin membangun sesuatu. Punya banyak uang adalah dampak, bukan tujuan! Sebagai pengusaha, berfikir mendapat uang banyak atau menjadi kaya hanyalah sebuah dampak dari akibat melakukan sesuatu dengan sangat baik, dan untuk melakukan sesuatu dengan sangat baik, modal utamanya harus terus belajar dan bertumbuh tanpa henti. Bahkan harus melewati masa-masa dimana uang tidak ada atau justru kas minus karena ada sesuatu yang harus kita pelajari dari situasi krisis tersebut.

Donald Trump, taipan negeri paman sam yang kemudian pernah menjadi presiden AS ke-45 pernah bilang bahwa suatu bisnis itu tutup bukan karena bangkrut tapi karena pebisnisnya menyerah. Kalau pebisnisnya tidak menyerah, usahanya tidak mungkin bangkrut karena dia akan berusaha mencari cara, meskipun cara yang diambilnya itu susah namun dapat menyelamatkan bisnisnya.

Kebanyakan orang cenderung merasa kasihan saat melihat perusahaan besar seperti google, facebook, Samsung dan lainnya melakukan PHK besar-besaran lalu beranggapan bahwa perusahaan itu sudah mau bangkrut. Tetapi bagi para investor, dalam situasi krisis keputusan PHK besar itu dianggap baik, karena meringankan beban perusahaan dan juga membuktikan bahwa leader perusahaan tersebut terbukti kompeten  dan bisa mengambil keputusan-keputusan sulit untuk menyelamatkan perusahaan.

Jika ada pengusaha yang bangkrut atau bahkan minus kuadran castflow-nya, hal itu tidak dapat dijadikan indikator bahwa ia buruk sebagai pengusaha, melainkan menunjukan bahwa seorang pengusaha tetap harus terus belajar.  Seperti seorang atlit berhasil juara di daerahnya, dengan skill yang sama  pada kejuaraan di level nasional belum tentu bisa jadi juara.

Sebab di level nasional, ia akan bertemu dengan juara-juara dari daerah lain yang ia tidak ketahui preparing maupunstandar latihan mereka  seperti apa? Hal ini berarti sang juara daerah tadi, harus menambah skillnya untuk bisa menjadi juara nasional. Begitu seterusnya jika hendak naik kelas ke level regional apalagi level dunia. Setiap level memiliki tantangan yang berbeda dan membutuhkan ilmu dan keterampilan untuk memecahkannya. Maka pengusaha akan diukur dengan kemampuan untuk belajar dan bertumbuh, itulah kenapa ada istilah growth mindset.

Kata Robert T. Kiyosaki penulis buku best seller rich dad poor dad bahwa bagaimana cara orang yang terlahir miskin bisa menjadi kaya di negara manapun mereka tinggal adalah, yang pertama mereka memiliki visi serta rencana jangka panjang. Kedua, mereka percaya pada hasil yang tertunda dan ketiga, mereka menggunakan kekuatan penggandaan untuk keuntungannya. Kekuatan penggandaan yang dimaksud ialah gagasan tentang langkah kecil karena setiap langkah kecil dalam proses belajar akan berlipat ganda dari tahun ke tahun. Orang yang sama sekali tidak melangkah tidak akan memperoleh keuntungan dari akumulasi pengetahuan serta pengalaman yang diperoleh dari penggandaan.

Dengan demikian, untuk menjadi pengusaha yang baik tidak cukup hanya kecerdasan semata, apalagi kecerdasan itu hanya dinilai dari sisi akademik, kalau indikatornya hanya itu berapa banyak profesor ekonomi di fakultas ekonomi hidupnya pas-pasan atau bahkan miskin hanya menjadi pegawai dan nasibnya di dunia bergantung kepada apa yang diputuskan pemerintah sebagai pemberi kerja. Pendapatnya tentang investasi dan pengelolaan keuangan tidak akan didengar orang karena dirinya saja hanya employee, tidak punya rekam jejak sebagai pengusaha.

Ibarat pelatih renang tapi tidak ikut turun ke kolam sehingga ia tidak pernah tahu seperti apa rasa maupun kadar air, atau dalamnya dasar kolam. Apakah ia kurang cerdas? Jawabannya tentu bukan itu, karena untuk menjadi pengusaha membutuhkan hal lain yaitu mentalitas pengusaha. Pengusaha yang baik adalah pengusaha yang mau terus belajar dan bertumbuh serta meletakkan mimpi dan cita-citanya di atas egonya. Jadi sekali lagi jangan jadi pengusaha kalau tidak siap untuk semua hal itu karena sukses bukan untuk semua orang!

*Penulis adalah Pendiri Kantor Hukum MTM Associates di Ternate